Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
(Aku; Chairil Anwar)
Penggalan puisi Aku karya Chairil Anwar, sengaja menjadi pembuka dalam tulisan 26 tahun Padang Ekspres (Padek). Koran terbesar saat ini di Sumatera Barat.
Padang Ekspres sudah melahirkan ratusan wartawan-wartawan handal. Baik yang masih berkarya di rumah Padang Ekspres maupun yang sudah mengabdi di berbagai tempat di nusantara.
Hingga hari ini, Padang Ekspres masih sampai di tangan pembaca semua. Karya pujangga besar asal Ranah Minang ini, tidak lapuak dipaneh, tak lakang dek hujan.
Bait-bait puisi yang mengobarkan semangat. Membakar sanubari untuk berjuang. Dulu, Chairil Anwar berjuang melawan penjajahan. Dengan puisi, dia menyatakan hatinya. Menulis puisi melepas sesak dadanya.
Tak salah kiranya, jika wartawan saat ini menjadikan puisi Aku sebagai pengobar semangat untuk berjuang. Berjuang menyampaikan kebenaran melalui tulisan. Wartawan pemberani.
Apapun halang rintang, diterabas. Tentunya sesuai dengan kaidah Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Wartawan yang beretika. Karya-karya wartawan di media cetak, masih dikategorikan bersih dan beretika.
KEJ menjadi junjungan. Setiap berita yang dikeluarkan jelas sumber dan menggunakan prinsip keberimbangan. Cover both side. Tidak mencongkel-congkel permasalahan.
Karya-karya yang terlahir, pembaca yang menilainya. Kabarkan, kobarkan. Bukan viralkan. Inilah bedanya media cetak dengan media sosial.
Media cetak mengabarkan dengan prinsip kehati-hatian, media sosial memviralkan tanpa check and recheck. Banyak media sosial mengabaikan KEJ. Karena apa? Mereka bukan wartawan.