“Tim kami akan melakukan pemantauan dan juga pencatatan sudah ke mana saja gajah ini pergi. Setelah itu kami memantau, alurnya ke mana saja, kami berharap gajah ini tidak diburu,” katanya.
Perburuan terhadap gajah berdampak kepada sanksi seperti dijelaskan dalam Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman kurungan penjara lima tahun dan denda Rp100 juta.
“Kami mengimbau masyarakat tidak memburu dan berbondong-bondong melihat gajah ini. Namun, kita juga harus bersyukur dan aset karena di Sumbar sudah ada gajah,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, masyarakat dihebohkan dengan penampakan gajah yang berjalan di Nagari Durian Gadang, Kabupaten Sijunjung, Sumbar.
Lokasi keberadaan atau penemuan gajah tersebut diketahui berada dikelola Geopark Silokek, berupa hutan lindung.
Kehadiran gajah tersebut merupakan sejarah baru bagi Sumbar setelah terakhir kali muncul tahun 1980 di Kabupaten Solok Selatan (Solsel).
BKSDA menduga, kemungkinan besar gajah ini berasal dari Bungo, Jambi, seperti kemunculan tahun 2014 di perbatasan Jambi – Dharmasraya atau dari koridor Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Jambi.
“(Pertama kali) dilaporkan warga kemunculan dua ekor gajah Sumatera jantan pada Selasa (14/2/2023) pagi,” kata Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono. (rdr-008)