PADANG, RADARSUMBAR.COM – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi membantah telah mendukung rencana pemerintah memangkas jumlah bandara bertaraf internasional di Indonesia, khususnya Bandara Internasional Minangkabau (BIM).
Kepada Radarsumbar.com, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut secara blak-blakan dan tegas menolak rencana yang digaungkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir tersebut.
“Untuk BIM (Pemprov Sumbar) tidak setuju dan tidak pernah menyetujui (BIM) diturunkan status internasionalnya,” katanya via pesan singkat, Jumat (17/2/2023) siang.
Mahyeldi beralasan banyak faktor yang membuat dirinya menolak penurunan status BIM dari internasional menjadi nasional.
Pertama, katanya, Sumbar pada tahun 2023 ini, fokus untuk pengembangan pariwisata dan wisatawan yang masuk. Kedua, perantau Minang banyak di luar negeri.
“(Kemudian), kami sedang merencanakan penerbangan Australia-BIM-Jeddah dan Madinah. Wisatawan Australia banyak ke Mentawai. Jamaah haji dan umrah melalui BIM cukup diminati dan ramai,” ucapnya.
Kemudian, katanya, Pemprov Sumbar sedang serius menjalin komunikasi dan mengajak investor Arab Saudi atau Timur Tengah ke Sumbar.
“Penumpang (penghasil) PAD (wisatawan terbesar) adalah pariwisata dari Malaysia. Kami (juga menjalin) kerjasama wisata (antara) Timur Tengah-Sumbar dan Malaysia-Sumbar,” tuturnya.
Sebelumnya, kepada sejumlah awak media di Kota Padang, Mahyeldi disebut-sebut mendukung penghapusan status BIM dari internasional menjadi nasional.
Informasi mengenai pemangkasan bandara internasional itu sudah didengar Mahyeldi sekira lima bulan yang lalu dari seorang menteri, meski wacana itu baru akhir-akhir ini ramai diperbincangkan.
Kata Mahyeldi, rencana pemangkasan status bandara internasional punya nilai positif, untuk mengontrol orang yang masuk ke Indonesia.
“Saya pribadi sangat senang sekali orang yang masuk ke Indonesia ini diawasi secara ketat,” kata Mahyeldi pada Rabu (8/2/2023) dinukil dari laman Tribunnews.com, Kamis (16/2/2023).
Kalau memang dalam rangka pengetatan, mengontrol orang masuk ke Indonesia, ia rasa itu ya sangat baik.
Langkah-langkah tersebut, menurutnya betul-betul untuk kepentingan negara, demi menjamin negara menjadi solid dan kuat.
“Sekali lagi, kajian, analisanya betul-betul harus komprehensif, mendalam dan demi kepentingan bangsa,” ujar Mahyeldi.
Diberitakan Kompas.com, pemerintah berencana memangkas bandara (airport) internasional di Indonesia menjadi 15 saja.
Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, pembukaan 15 bandara internasional itu sudah disepakati dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menparekraf Sandiaga Uno pada Senin (30/1/2023).
“Di situ ada kesepakatan, silakan Pak Menhub kita akan membuka international airport 14-15 saja,” ujar Erick di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Erick menyebutkan, kesepakatan itu dilakukan untuk mendukung peningkatan wisata dalam negeri. Utamanya, agar masyarakat lokal mau berlibur di tempat-tempat wisata dalam negeri. Sehingga, konektivitas penerbangan lokal akan diperbaiki.
Selain itu, Erick mengatakan, pemangkasan jumlah bandara internasional di Indonesia juga bertujuan mengurangi WNI yang berlibur ke luar negeri.
“Yang kita tidak mau kan membuka airport sebesar-besarnya lebih banyak orang Indonesia yang ke luar negeri daripada yang di dalam negeri,” ungkap Erick.
“Padahal kalau kita lihat pariwisata itu 70 persen lokal, 30 persen asing. Kenapa Pak Sandi (Menparekraf Sandiaga Uno) juga sekarang mendorong percepatan pariwisata bisa mulai recover,” lanjutnya.
Diwawancari terpisah sebelumnya, Wakil Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Audy Joinaldy merasa, Bandara Internasional Minangkabau (BIM) bukanlah salah satu bandara yang dicabut penerbangan internasionalnya.
Ia mengatakan BIM ialah salah satu bandara utama yang ada di Pulau Sumatera.