Mahyeldi seperti sedang menantang masyarakat pers Indonesia, karena diketahui yg memuat berita tersebut bukan hanya media yg berbasis di Sumbar tapi jg di Jakarta.
Semestinya Gubernur melakukan upaya hak jawab atau hak koreksi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, Gubernur Sumbar harusnya tabbayun sebelum bersikap atau mengeluarkan pernyataan, karena bisa menyesatkan.
AMSI berdiri di tengah suasana psikologis penuh keprihatinan merebaknya berita bohong di tengah masyarakat Indonesia. AMSI terus melakukan berbagai langkah memerangi hoaks.
Menyikapi hal tersebut, AMSI Sumbar melalui Ketua Andri El Faruqi dan Sekretaris Alif Ahmad mengecam Gubernur Sumbar yang memberikan label hoaks terhadap berita/karya jurnalistik yang terkonfirmasi.
Tuduhan hoaks atau informasi palsu terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik.
Kemudian, juga mendesak Gubernur Sumbar untuk minta maaf dan mencabut pernyataannya hoaks terhadap sejumlah media yang telah melalui serangkaian metode jurnalistik.
Lalu, pelabelan hoaks secara serampangan terhadap berita juga bentuk pelecehan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis.
Pasal 18 Undang-undang Pers menjelaskan sanksi pidana bagi orang yang menghambat atau menghalangi jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.
Adapun ancaman pidananya yaitu penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta rupiah. Terakhir, AMSI juga mengimbau kepada jurnalis agar mematuhi Kode Etik Jurnalistik. (rdr)