PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pengamat Politik dari Universitas Andalas (Unand), Asrinaldi mengungkap beberapa faktor banyak kepala daerah se-Sumatera Barat (Sumbar) tak hadir saat Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Gubernur di Kota Sawahlunto.
Kepada Radarsumbar.com, Asrinaldi menyebut bahwa persoalan tersebut tidak hanya satu atau dua kali terjadi sejak Mahyeldi menjadi Gubernur Sumbar.
Dalam Rakor sebelumnya, kata Asrinaldi, juga banyak dihadiri oleh pejabat yang diutus kepala daerah dan tidak bisa mengambil keputusan.
“Saya fikir ini ada dua persoalan, ini juga terkait dengan kewibawaan Gubernur sebagai kepala daerah di Provinsi dan wakil pemerintah pusat di daerah,” katanya via seluler, Rabu (7/6/2023) siang.
Seharusnya, kata Asrinaldi, Gubernur harus bisa tegas kepada Bupati atau Wali Kota yang tidak bisa hadir, kecuali dengan alasan khusus yang memang tidak mungkin untuk hadir.
“Kedua, ini terkait cara pandang Bupati dan Wali Kota dengan Gubernur, selama ini tentu mereka memandang Gubernur sebagai mitra, persoalannya kalau sebagai mitra, apakah kepentingan daerah itu sudah difasilitasi atau belum oleh Gubernur,” katanya.
“Karena merasa Gubernur tidak atau belum memfasilitasi keinginan mereka, sehingga mereka menjadi malas atau enggan atau tidak semangat menghadiri, karena memang tak ada solusi yang diberikan dan sesuatu yang bisa mereka follow up,” sambungnya.
Meski demikian, dirinya juga tak bisa menyalahkan sepenuhnya kepala daerah di tingkat Pemkab dan Pemko yang enggan hadir bertemu dengan Gubernur dalam Rakor di Kota Sawahlunto.
“Namun, ada beberapa persoalan dengan kepemimpinan Mahyeldi yang memang beliau dikelilingi orang partai, sehingga membuat kepala daerah ini tidak nyaman juga ketika berinteraksi,” katanya.
Ia mengatakan, ketika sudah menjabat Gubernur, posisi Mahyeldi adalah sebagai kepala daerah, mengayomi atau menjalankan proses pemerintahan dengan seluruh kelompok masyarakat, tidak lagi terikat dengan partai politik
“Jangan-jangan itu juga menjadi persoalan bagi kepala daerah yang juga merupakan orang Parpol. Bisa jadi banyak campur tangan politik, perlu pendalaman,” katanya.
Namun, dari yang diamati, katanya, jika 1 hingga 2 kali tak hadir tidak masalah, namun ketika sudah berkali-kali, ada alasan dan catatan khusus.
“Bahkan isu yang beredar itu (campur tangan parpol). Kejadian ini tak sekali, banyak yang tak hadir, berarti memang, mohon maaf, kewibawaan Gubernur ini tidak dianggap, jika dianggap sebagai mitra, mestinya mereka hadir, apapun kesibukannya,” katanya.
Dalam konteks komunikasi, katanya, fenomena yang terjadi antara Gubernur dengan Bupati dan Wali Kota terjadi karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan formal dan birokrasi semata.
“Komunikasi itu, katanya, tak hanya komunikasi formal, namun juga dilakukan secara personal, karena di Sumbar ini justru hubungan personal dan emosional bisa lebih cepat menyelesaikan persoalan di daerah. Itu yang tidak dilakukan dengan baik oleh Gubernur,” imbuh Asrinaldi.
Sementara itu, Kepala Biro Pemerintahan (Karo Pem) Sekretariat Daerah (Setda) Sumbar, Doni Rahmat Samulo tidak menampik bahwa banyak kepala daerah saat Rakor kepala daerah se-Sumbar di Kota Sawahlunto.
“Acara tersebut sebenarnya dilaksanakan dua hari, itu Gubernur juga datang itu sebenarnya, begitu juga dengan kepala daerah lain,” kata Doni.
Selain itu, kata Doni, banyaknya kepala daerah yang absen pada kegiatan tersebut, katanya, lantaran memiliki sejumlah agenda yang juga tidak bisa ditinggalkan.
“Pak Gubernur itu mengikuti rangkaian kegiatan Latsitardanus, kemudian ada juga pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengharuskan semua kepala daerah se-Sumbar wajib hadir,” katanya.
Kegiatan Rakor kepala daerah se-Sumbar itu, katanya, sejatinya sudah diundur sebanyak tiga kali.
“Pertama, pada awal bulan Mei, kemudian diundur lagi, ternyata bertepatan dengan kedatangan Menteri Sosial (Mensos), kemudian baru terealisasi pada saat ini, meski juga bentrok dengan kegiatan lain, yah begitulah kondisi di pemerintahan ini,” tuturnya. (rdr-008)