Namun, dari yang diamati, katanya, jika 1 hingga 2 kali tak hadir tidak masalah, namun ketika sudah berkali-kali, ada alasan dan catatan khusus.
“Bahkan isu yang beredar itu (campur tangan parpol). Kejadian ini tak sekali, banyak yang tak hadir, berarti memang, mohon maaf, kewibawaan Gubernur ini tidak dianggap, jika dianggap sebagai mitra, mestinya mereka hadir, apapun kesibukannya,” katanya.
Dalam konteks komunikasi, katanya, fenomena yang terjadi antara Gubernur dengan Bupati dan Wali Kota terjadi karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan formal dan birokrasi semata.
“Komunikasi itu, katanya, tak hanya komunikasi formal, namun juga dilakukan secara personal, karena di Sumbar ini justru hubungan personal dan emosional bisa lebih cepat menyelesaikan persoalan di daerah. Itu yang tidak dilakukan dengan baik oleh Gubernur,” imbuh Asrinaldi.
Sementara itu, Kepala Biro Pemerintahan (Karo Pem) Sekretariat Daerah (Setda) Sumbar, Doni Rahmat Samulo tidak menampik bahwa banyak kepala daerah saat Rakor kepala daerah se-Sumbar di Kota Sawahlunto.
“Acara tersebut sebenarnya dilaksanakan dua hari, itu Gubernur juga datang itu sebenarnya, begitu juga dengan kepala daerah lain,” kata Doni.
Selain itu, kata Doni, banyaknya kepala daerah yang absen pada kegiatan tersebut, katanya, lantaran memiliki sejumlah agenda yang juga tidak bisa ditinggalkan.
“Pak Gubernur itu mengikuti rangkaian kegiatan Latsitardanus, kemudian ada juga pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengharuskan semua kepala daerah se-Sumbar wajib hadir,” katanya.
Kegiatan Rakor kepala daerah se-Sumbar itu, katanya, sejatinya sudah diundur sebanyak tiga kali.
“Pertama, pada awal bulan Mei, kemudian diundur lagi, ternyata bertepatan dengan kedatangan Menteri Sosial (Mensos), kemudian baru terealisasi pada saat ini, meski juga bentrok dengan kegiatan lain, yah begitulah kondisi di pemerintahan ini,” tuturnya. (rdr-008)