PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pendiri Bank Tani, Masril Koto menyebut Sumatera Barat (Sumbar) gagal memanfaatkan momentum Pekan Nasional (Penas) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ke-XVI yang telah selesai digelar beberapa waktu lalu.
Pasalnya, kata Masril, pada Penas KTNA tersebut, Sumbar seharusnya bisa mengedepankan produk pertanian dan inovasi yang dihasilkan oleh para petani.
Hal tersebut disampaikan oleh Masril saat melakukan sesi dialog dengan Anggota DPRD Sumbar, Hidayat dengan judul ‘Gubernur Angguk Angguk Aja, Perantau Bingung’.
“Keju Lasi misalnya, itu yang dibuat saudara kita di Lasi, apakah hanya itu inovasi yang ada di Sumbar? Banyak lagi inovasi yang lain. Begitupun petani dari daerah lain di Sumbar, banyak inovasi yang mereka bawa,” katanya sebagaimana dinukil Radarsumbar.com dari YouTube Kopi Pahit Hidayat, Minggu (18/6/2023) malam.
Masril mengatakan, momentum Penas KTNA XVI menjadi iven terbesar yang bisa dilakukan oleh Sumbar.
“Penas Tani di Sumbar jadi kesempatan kita, mau soal benih, industri, teknologi, harusnya kita (yang terdepan). Yang saya lihat bukan inovasi yang dimunculkan. Kalau masyarakat itu dia beri inovasi, berarti pemimpinnya bekerja,” katanya.
“Momen Penas KTNA kemarin, ini momen yang terakhir bagi Sumbar untuk (menentukan sikap politik). Sikap politik juga menentukan ke mana arah pembangunan. Kerangka berfikirnya tetap tegak di orang yang kalah,” katanya.
Terkait dengan statement Gubernur Sumbar, Mahyeldi soal bantuan Rp100 miliar dari Kementerian Pertanian (Kementan), menurutnya biasa saja.
“Lah, dia berteman kok. Kalau dilihat dari sisi politik, mereka itu berkoalisi (mengusung Anies Baswedan) dalam Pilpres 2024, jadi biasa saja. Yang saya lihat, justru inovasi yang harus dimunculkan (saat Penas KTNA),” katanya.
Memasuki tahun politik, katanya, para pemimpin, terutama petahana (Gubernur Sumbar) dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sibuk dengan berpolitik.
“Sebentar lagi, mereka sibuk mengurus pilpres, berhenti orang itu mengurus pertanian, karena lebih bagus menempelkan gambar, memberi uang ketimbang membajak sawah, sehingga timingnya lagi yang tidak tepat,” katanya.
“Namun, petahana bisa saja beralasan baru penyesuaian dan setengah bekerja, nanti setelah (pemilu) ini, baru benar-benar bekerja, itu nanti yang akan dijual,” sambungnya.
Menurutnya, pemerintah tak melibatkan perantau ataupun universitas yang fokus ke pertanian itu.
“Bahwasanya gubernurnya orang pertanian, iya, tapi apakah orang-orang di atas itu dilibatkan, belum tentu,” ucapnya.
Terkait dengan ketidakhadiran Presiden RI, Joko Widodo pada momen pembukaan Penas KTNA XVI yang telah selesai dilaksanakan, menurutnya adalah salah Sumbar sendiri.
“Kalau dibilang Presiden tidak adil, tidak mungkin. Mau bagaimanapun, Mahyeldi itu terpilih sebagai Gubernur, dia adalah Gubernur terpilih. Yang menjadi persoalan, timingnya ini tidak pas, orang di Sumbar itu sudah membahas siapa Presiden mendatang, orang tidak lagi membahas teknologi pertanian, termasuk pemerintahnya. Kita yang tak pandai melobi (pusat),” ungkapnya.
Selain itu, dia menyebut road map atau perencanaan kerja serta program masing-masing OPD di Sumbar itu tidak berjalan dengan optimal.
“Lah, orang Pertanian aja sibuk berpolitik, si anu kepala dinasnya, diganti dengan si anu sibuk dengan itu ke itu saja, kapan urus petani ini? Ini salah satu contoh. Makanya, kita tidak pernah fokus dengan itu,” katanya.
“Pada intinya, Sumbar itu tertinggal dari segi infrastruktur. Kitalah di Indonesia ini yang tertinggal dari segi infrastruktur, kalah dengan Maluku Utara (Malut),” pungkasnya. (rdr-008)