Asnawi yang didampingi oleh Asisten Pidana Khusus Hadiman, Asisten Intelijen Mustapqpirin, dan lainnya menjelaskan kasus itu berawal ketika Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar melakukan pengadaan 2.082 ekor sapi bunting.
Pengadaan sapi bunting pada awalnya digulirkan oleh pemerintah provinsi setempat dengan tujuan memperbanyak populasi ternak di Sumbar, bahkan dalam kontrak awal dibunyikan sapi harus didatangkan dari luar Sumbar.
Proyek dengan nama penyediaan benih atau bibit ternak dan hijauan pakan ternak itu akhirnya dilaksanakan pada tahun anggaran 2021 dengan pagu sebesar Rp35.017.340 miliar.
Rinciannya sebanyak 1.572 ekor sapi lokal dan 510 ekor sapi crossing yang dituangkan ke dalam lima paket kontrak pekerjaan, dan dikerjakan oleh empat perusahaan berbeda.
Dalam perjalanannya ternyata dilakukan pengubahan kontrak (adendum) untuk mengganti sapi yang pada awalnya adalah sapi bunting menjadi sapi dara.
“Sapi pun dibeli di daerah Sumbar, tindakan ini tentu saja menggagalkan misi pemerintah untuk memperbanyak populasi ternak. Bahkan kami juga menemukan adanya indikasi penggelambungan harga,” ungkapnya.
Ia mengatakan dari hasil penghitungan penyidik diketahui kerugian negara yang muncul akibat kasus itu mencapai Rp7,3 miliar.
“Kejati Sumbar akan mengusut kasus ini hingga tuntas, siapa saja pihak yang terlibat akan dijerat untuk diproses secara hukum,” tegas Asnawi.
Ia mengatakan tidak tertutup kemungkinan adanya penambahan tersangka dari enam orang yang kini ditetapkan pihaknya, karena proses penyidikan masih terus berjalan sampai sekarang. (rdr/ant)