LUBUKBASUNG, RADARSUMBAR.COM – Warga Canduang Koto Laweh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, melakukan aksi boikot dan penyampaian mosi tidak percaya terhadap Pondok Pesantren (Ponpes) Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Yayasan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli pada hari ini.
Aksi damai dilakukan puluhan warga dan pemuda yang dikawal ketat oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bukittinggi setelah terungkap kasus pencabulan yang dilakukan dua oknum guru terhadap puluhan santri laki-laki.
Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan atas ketidakhadiran pihak yayasan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli dalam rapat yang diundang oleh yayasan itu sendiri untuk menyelesaikan kasus asusila.
Juru bicara masyarakat Canduang Koto Laweh Budi Anda menjelaskan undangan rapat tersebut bertujuan menandatangani nota kesepakatan antara pihak MTI dengan Lembaga Nagari dan masyarakat.
“Kita diundang rapat oleh yayasan MTI Canduang, yang mana inti dari rapat itu sendiri adalah untuk penandatanganan nota kesepakatan antara pihak MTI dengan Lembaga Nagari dan masyarakat. Namun sangat kita sayangkan pada hari itu pihak yayasan tidak satupun hadir,” katanya.
Ia mengatakan masyarakat Canduang Koto Laweh merasa kecewa dengan ketidakhadiran pihak yayasan dan memutuskan untuk membatalkan nota kesepakatan yang telah disepakati.
“Kita sepakat untuk membatalkan nota kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya,” kata Budi Anda.
Menurut dia, sebelumnya masyarakat telah memberikan waktu tambahan selama 2X24 jam kepada pihak yayasan untuk kembali mengundang mereka.
“Sebelumnya, kami juga sudah memberikan waktu 2X24 jam untuk kembali mengundang kita. Namun sampai hari ini jam 14.00 WIB tadi tidak terlaksana undangan dari pihak yayasan untuk mengundang kami,” ucapnya.
Sebagai langkah selanjutnya, kata dia, masyarakat Canduang Koto Laweh memutuskan untuk memboikot sementara waktu Yayasan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli hingga terjadi penyelesaian masalah antara pihak yayasan dengan masyarakat.
“Sebenarnya ini adalah sebagai sebuah letusan dari puncak masalah yang juga terjadi di masa sebelumnya,” ujar Budi Anda.
Perwakilan pemuda dan tokoh warga lainnya juga menuntut Kepala Yayasan mengundurkan karena pihaknya kecewa mengingat tidak ada itikad baik dari pihak yayasan dalam penyelesaian masalah yang terjadi.
“Kami warga Canduang resah, karena oknum guru yang menjadi pelaku itu bukan warga kami. Nama Canduang menjadi buruk,” kata Mitrisman, salah satu warga.
Meski melakukan pemboikotan, warga Canduang tidak menyertai dengan penyegelan dan pelarangan aktivitas santri di MTI Canduang. (rdr/ant)