Meski demikian, tidak ada satu poin pun dalam perjanjian kerjasama yang menyatakan media atau wartawan tunduk kepada pemerintah.
“Kerjasama itu sifatnya promosi dan sosialisasi, dan tidak membatasi wartawan dalam berkreativitas terkait tema liputan,” katanya.
Ia mengatakan, wartawan tidak kehilangan tugas kontrol sosial, hanya gara-gara kerjasama itu. Tidak ada satupun poin kerjasama yang mengekang kebebasan wartawan dalam bertugas.
Ia mencontohkan sikap wartawan Bukittinggi yang tetap memberitakan kasus korupsi yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Bukittinggi. Kemudian, wartawan Bukittinggi juga ramai-ramai memberitakan kisruh bantuan Baznas yang gunakan logo pemerintah.
“Itu hanya beberapa contoh. Jadi kalau Pak Ramlan menyebut wartawan tidak berani membuat berita buruk pemerintah karena adanya kerjasama, itu keliru besar. Lagian kerjasama itu sudah ada dari dulu-dulunya di seluruh daerah. Bahkan di zaman Pak Ramlan jadi wali kota juga ada, walaupun media yang kerjasama dulu tidak sebanyak sekarang. Lalu, kenapa mempermasalahkannya sekarang,” katanya.
Salah satu anggota Wartawan Muda Bukittinggi, Hatta Rizal, pernyataan Ramlan Nurmatias tidak etis. Ia menilai, pernyataan Politisi Partai Demokrat itu sangat melecehkan dan merendahkan profesi wartawan.
“Dia harus minta maaf secara terbuka karena telah membuat insan pers Bukittinggi terluka. Kami juga menuntut klarifikasi pernyataan Ibra Yaser,” kata Hatta Rizal.
Sementara itu, Ketua PWI Bukittinggi, Ikhwan Salim menyesalkan pernyataan mantan Wali Kota Bukittinggi 2015-2020 itu. Ia juga membantah wartawan digaji oleh Pemko Bukittinggi.
“Wartawan tidak digaji, namun ada perjanjian publikasi antara media atau perusahaan (bukan wartawan) terkait pemberitaan kegiatan pemerintah,” kata Ikhwan Salim.
Menurutnya, kerjasama seperti ini sudah lama dilakukan Pemko Bukittinggi dari masa pemerintahan sebelum-sebelumnya bahkan di daerah lain.
“Bahkan zaman kepemimpinan Ramlan, kerjasama ini juga ada. Harusnya Ramlan paham masalah ini,” katanya.
Secara umum, Wartawan di Bukittinggi meskipun ada yang memiliki kerjasama publikasi dengan Pemko Bukittinggi, namun bukan berarti tidak berani menulis berita kritis.
Beberapa di antaranya adalah masalah drainase yang mengangkat nama Ibra Yaser saat berani adu argumentasi dengan kontraktor, Perwako nomor 40 dan 41, Spanduk warga minta Erman Safar turun di Jalan Aur, Demo pedagang Aur Kuning menolak Perda Pengelolaan Pasar, Kasus Awning.
Selanjutnya Kasus Inses, Anggota DPRD berkata kotor yang diketahui merupakan kerabat Erman Safar, kendaraaan aset Pemko hilang, Kartu Bukittinggi Hebat, kebersihan Taman Jam Gadang, Beras Baznas, Isu perpecahan antara Wali Kota dengan Wakil Wali Kota serta berita kontrol sosial lainnya. (rdr/ant)