PADANG, RADARSUMBAR.COM – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sumatera Barat (Sumbar) angkat bicara pasca tertangkapnya Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kabupaten Solok dalam dugaan kasus korupsi.
Ketua Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPD Partai Demokrat Sumbar, Ari Prima mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang tengah melanda salah satu kader partai berlambang Mercy tersebut.
“Kasus ini merupakan kasus personal dan bukan kapasitas beliau sebagai kader (Partai Demokrat),” kata Ari kepada Radarsumbar.com, Jumat (9/2/2023) siang.
Namun, sambung Ari, Partai Demokrat tidak mentolerir segala bentuk pelanggaran hukum yang diduga dilakukan oleh setiap kader.
Meski demikian, terkait status keanggotaan Iriadi Datuak Tumanggung di Partai Demokrat, Ari menyebut pihaknya masih menunggu putusan hukum berkekuatan tetap dari majelis hakim.
“Tentu kita harus menerapkan asas praduga tak bersalah, namun yang jelas ini tidak ada kaitannya dengan partai (Demokrat), ini personal yang bersangkutan. Terkait bagaimana status keanggotaannya, kami masih menunggu keputusan dari pengadilan,” katanya mantan Ketua PSI Sumbar ini.
Agar roda organisasi tetap berjalan dengan lancar, Ari menyebut bahwa DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok untuk sementara waktu dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt).
“Sekretaris (memimpin) sementara waktu, menjelang ditunjuknya ketua definitif dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), tidak lama,” ucapnya.
Namun, jika Iriadi Dt Tumanggung meminta bantuan hukum kepada partai tempat ia bernaung, Ari menyebut bahwa hal tersebut akan dipertimbangkan.
“Statusnya kami dalam penegakan hukum terhadap yang bersangkutan dan itu juga kami pertimbangkan,” tuturnya.
Kronologi Kasus
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menahan Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Solok, Iriadi Dt Tumanggung karena diduga terlibat kasus korupsi Bawaslu Kota Prabumulih, Kamis (9/2/2023).
Saat terjadi kasus yang merugikan negara Rp1,8 miliar tersebut, Iriadi menjabat sebagai Sekretaris Bawaslu Sumatera Selatan.
Sebelum ditahan, mantan calon bupati Solok pada Pilkada 2020 lalu itu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan hampir satu jam di kantor Kejari Prabumulih.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Prabumulih, Roy Riady didampingi Kasi Intel Anjasra Karya serta Kasi Pidsus M Arsyad dinukil dari laman patronnews.co.id, Jumat (10/2/2023) mengatakan, sebelum ditetapkan tersangka, Iriadi sudah beberapa kali diperiksa.
Dari hasil pemeriksaan dan perkembangan pada kegiatan belanja hibah pada Bawaslu Prabumulih tahun 2017-2018, penyidik menetapkan Iriadi sebagai tersangka tepatnya pada Kamis 9 Februari 2023.
“Surat penetapan tersangka Iriadi yakni nomor B-157/L.6.17/Fd.1/02/2023. Penetapan tersangka hasil perkembangan dan sebelumnya sempat diperiksa sebagai saksi. Tersangka saat ini kita titipkan 20 hari ke depan di Rutan Kelas IIB Prabumulih,” ujar Kajari Roy Riady.
Kajari menambahkan, pasal sangkaan yang disangkakan kepada Iriadi adalah Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 atau Pasal 12 B.Jo. Pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KHUP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
“Adapun ancaman hukumannya yakni 20 tahun penjara,” tegasnya.
Disinggung keterlibatan tersangka dalam kasus korupsi Bawaslu Prabumulih, Kajari menegaskan untuk peranan tersangka itu masih domain dalam konsumsi penyidikan.
“Tapi secara terpusat beliau tersangka ini adalah KPA-nya. Dan berdasarkan laporan yang saya terima memang ada aliran dana yang masuk ke tersangka dari kasus korupsi Bawaslu Prabumulih,” bebernya.
Sementara itu, Kasi Intel Anjasra Karya menambahkan, perkara kasus korupsi Bawaslu Kota Prabumulih saat ini berkasnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang Kelas IA Khusus.
Sehingga, dalam waktu dekat ketiga komisioner tersangka korupsi dana hibah Bawaslu Prabumulih akan menjalani sidang perdananya.
“Hasil audit BPKP Perwakilan Sumsel, terdapat kejanggalan perbuatan dengan pertanggungjawaban fiktif yang dilakukan para tersangka. Modus operandinya membuat pertanggungjawaban fiktif terhadap pengelolaan dana hibah yang dilakukan para tersangka sebesar Rp1,8 miliar. Terhadap para tersangka tersebut sejak tanggal 23 November 2022 lalu dilakukan penahanan yang penahanannya dititipkan di Rutan Kelas II B Kota Prabumulih,” pungkasnya. (rdr-008)