AROSUKA, RADARSUMBAR.COM – Persoalan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI soal kelebihan bayar pada lembaga legislatif tidak hanya terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Sejumlah DPRD Kabupaten dan Kota di Sumbar juga dilaporkan mengalami hal serupa, salah satunya adalah DPRD Kabupaten Solok.
Baru-baru ini, sebanyak 23 orang dari DPRD Kabupaten Solok dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Solok pada Senin (10/7/2023).
Rincinya, 20 orang berstatus wakil rakyat dan tiga lainnya merupakan pekerja harian lepas di gedung legislatif Kabupaten Solok.
“Kedatangan mereka berawal dari temuan LHP BPK RI di Sekretariat DPRD Kabupaten Solok senilai Rp3 miliar,” kata Kepala Seksi Perdata Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari Solok, Yondra Permana sebagaimana dinukil dari laman Patronnews.co.id, Selasa (11/7/2023).
Dari hasil pemeriksaan, kata Yondra, pihaknya masih menemukan sisa hasil temuan sebesar Rp1,8 miliar dan harus dikembalikan paling lambat pada Rabu (12/7/2023) sesuai batas tenggang waktu yang telah diberikan.
“Sebanyak delapan orang sudah mengembalikan uang tersebut dan kami berharap semua itu selesai pada 12 Juli 2023,” katanya.
Tindak Lanjut
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra Datuak Pandeka Sati mengapresiasi langkah yang diambil oleh Kejari Solok menyikapi temuan kelebihan dari BPK yang terjadi di lembaga pimpinannya.
Namun, ia juga meminta Kejari Solok tidak hanya fokus pada pemeriksaan tahun ini, melainkan juga menindaklanjuti hasil temuan BPK RI pada tahun-tahun sebelumnya.
“Jangan hanya kepada DPRD Kabupaten Solok saja, melainkan hal yang sama juga dilakukan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok,” katanya.
Bahkan, politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mengendus dugaan ratusan kasus yang terindikasi merugikan negara di Kabupaten Solok, khususnya jajaran Pemkab Solok.
“Kami sudah berulang-ulang kali menyuarakan hal ini baik dalam forum resmi maupun ke publik. Setiap rupiah uang negara itu harus bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Pemeriksaan Internal
Terpisah, Kejari Padang juga dilaporkan tengah menunggu perkembangan pengembalian uang negara dari DPRD Kota Padang.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Padang, Afliandi mengatakan, permasalahan yang terjadi di DPRD Kota Padang diselesaikan dulu di internal lembaga perwakilan rakyat tersebut.
“Masalah di DPRD mereka menyelesaikan secara internal, belum melapor ke kami, mereka menyelesaikan internal, jika tidak selesai secara internal, baru melapor ke kami,” katanya.
Andi mengatakan bahwa pertanggungjawaban pengembalian uang negara dari anggota DPRD Kota Padang ada di lembaga itu sendiri.
“Kami menunggu apakah mereka menyelesaikan secara baik, karena itu pertanggungjawabannya ada di DPRD, sekarang kan lagi ribut tuh, jadi sifatnya kami menunggu,” katanya.
Alasan lainnya Kejari Padang menunggu, kata Afliandi, karena pihaknya telah mendapatkan informasi dari Ketua DPRD Kota Padang, Syafrial Kani yang menyampaiakn bahwa pihaknya menyelesaikan secara internal.
“Kan bagus. Tidak semua perkara itu pindahnya ke pengadilan, kalau sudah ada kesimpulan di DPRD, tidak ada penyelesaian, baru kami ambil tindakan, kami menunggu putusan mereka,” katanya.
Namun, Andi tidak menjelaskan secara rinci soal nominal uang yang harus dikembalikan oleh anggota DPRD Padang negara.
Ia juga tak menjelaskan, apa sanksi pidana yang menjerat anggota DPRD Kota Padang lantaran permasalahan itu selalu terjadi setiap tahunnya.
“Kalau nominal kami tidak dapat info, kalau tidak salah ini miliaran, ini kan uang jalan, yang tahu itu mereka. Kami akan masuk kalau sudah dapat informasi rinci, baru kami kasih info,” ucapnya.
Sumber terpercaya Radarsumbar.com di Pemerintah Kota (Pemko) Padang, kerugian negara dalam temuan BPK terkait kelebihan bayar uang perjalanan dinas anggota DPRD Kota Padang mencapai lebih kurang Rp4 miliar.
Belum diketahui batas tanggal terakhir pemulangan uang dari kelebihan perjalanan dinas tersebut.
Namun, berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 15 pasal 23 ayat 1 tentang BPK, dijelaskan bahwa lembaga atau badan yang mengelola keuangan negara/daerah, melaporkan penyelesaian keuangan negara/daerah selambat-lambatnya 60 hari setelah diketahui terjadinya kerugian keuangan negara dimaksud. (rdr)