SARILAMAK, RADARSUMBAR.COM – Dalam rangka mencegah Maladministrasi pemberhentian perangkat nagari, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menyarankan Bupati Limapuluh Kota, Safarudin Datuak Bandaro Rajo untuk menginisiasi penerbitan Petunjuk Teknis (Juknis) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberhentian aparatur nagari.
Langkah tersebut sebagai bentuk penjabaran dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Limapuluh Kota nomor 1 tahun 2018 tentang Pemerintahan Nagari.
Hal tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Analisis (LHA) Kajian Ombudsman RI Perwakilan Sumbar mengenai Pencegahan Maladministrasi dalam pemberhentian Perangkat Nagari Di Kabupaten Limapuluh Kota.
Berkas itu diserahkan langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Sumbar Yefri Heriani, kepada Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Limapuluh Kota, Herman Mazwar, Rabu (21/11/2023).
“Kami sengaja memilih Limapuluh Kota karena memang ada kemajuan yang dibuat oleh Bupati Limapuluh Kota,” katanya via keterangan tertulis.
Yefri mengeklaim bahwa Kabupaten Limapuluh Kota membuat kemajuan dengan meminta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) untuk melakukan verifikasi administrasi pemberhentian aparatur nagari yang dilakukan oleh Wali Nagari.
“Hal itu perlu disempurnakan oleh Pemkab Kabupaten Limapuluh Kota dengan membuat SOP dan juknis,” katanya.
Selain menyusun SOP, Ombudsman juga menyarankan Pemkab Limapuluh Kota menyusun konsep kebijakan evaluasi kinerja aparatur nagari, peningkatan kompetensi Wali Nagari dan Perangkat secara terstruktur mengenai tata kelola Pemerintahan Nagari.
Kemudian, melakukan peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan, khususnya tentang prosedur dan administrasi pemberhentian perangkat nagari.
“Saran tersebut perlu dilakukan oleh Bupati mengingat juga masih terdapat pengaduan di masyarakat mengenai pemberhentian aparatur nagari,” katanya.
Sepanjang tahun 2020 hingga 2022, terdapat empat laporan pemberhentian aparatur nagari di Kabupaten Limapuluh Kota.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi mengatakan, berdasarkan data lapangan ditemukan bahwa pemberhentian aparatur nagari disebabkan oleh adanya evaluasi kinerja aparatur desa dan lemahnya kompetensi Wali Nagari.
“Wali Nagari bahkan beranggapan bahwa aparatur nagari adalah produk politik, satu paket dengan periode pemerintahannya sebagai Wali Nagari, sehingga berhak mengangkat dan memberhentikan secara sembarangan,” katanya.
Padahal, kata Adel, sesuai dengan Pasal 51 ayat 2 dijelaskan bahwa perangkat Nagari berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan;
Kemudian, pasal 51 ayat 3 dijelaskan bahwa perangkat nagari yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c karena usia telah genap 60 tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat nagari dan melanggar larangan sebagai perangkat nagari
“Ketentuan ini sering diabaikan oleh Wali Nagari,” katanya.
Terpisah, Pj Sekda Kabupaten Limapuluh Kota, Herman Mazwar, merespons sangat baik saran tersebut, bahkan berkomitmen akan memastikan pelaksanaan saran tersebut dalam 30 hari kerja ke depan.
“Jika dilaksanakan, ini akan menjadi terobosan bagi Limapuluh Kota dan dapat diterapkan di nagari se-Sumbar di bawah koordinasi DPMD,” tuturnya. (rdr)
Komentar