PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah terus mengembangkan penggunaan bahan bakar untuk industri yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan sampah. Salah satu dari sejumlah daerah yang menerapkan itu adalah Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) Kota Padang, Mairizon mengatakan, pola yang diterapkan untuk menjadikan sampah menjadi bahan bakar tersebut dikenal dengan istilah Refuse Derive Fuel (RDF). “Nantinya sampah yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan digunakan untuk bahan bakar industri, saat ini yang berpotensi jadi pembeli adalah PT Semen Padang dan PLTU Teluk Sirih,” katanya.
Ia mengatakan, Kota Padang mendapat kepercayaan mengembangkan sampah tersebut dan menjadi satu dari sedikit daerah yang siap untuk itu. “Semua penganggaran nanti akan ditekel langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), kami hanya sebagai user (pengguna),” katanya.
Sistem RDF merupakan hasil pemisahan sampah padat perkotaan antara fraksi yang mudah terbakar dengan fraksi yang sulit terbakar. RDF berasal dari sampah yang mudah terbakar dan memiliki nilai kalor tinggi, seperti plastik, kertas, kain, dan karet atau kulit.
Saat ini belum banyak kota di Indonesia yang memiliki fasilitas pengolahan RDF. Pengolahan sampah dari zona pasif dan sampah aktif berdampak pada keberlanjutan zona TPA. Pemanfaatan sampah zona pasif menyebabkan rehabilitasi zona sehingga dapat digunakan kembali setelah ditambang 30 tahun.
Namun, dampak negatif terhadap lingkungan dari penggunaan RDF, yakni produksi dioksin yang berasal dari sampah plastik. Dioksin merupakan senyawa berbahaya yang muncul akibat pembakaran tidak sempurna dengan temperatur kurang dari 800 derajat celcius.
Oleh sebab itu, penjualan RDF tidak direkomendasikan ke industri rumah tangga, melainkan ke pabrik semen dimana pembakaran terjadi pada temperatur sangat tinggi. Dalam hal ini, penggunaan RDF sebagai bahan bakar pendamping di pabrik semen aman dilakukan. (rdr-008)