Ia menyampaikan, dampak yang terjadi akibat pernikahan dini salah satunya terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tidak hanya itu, anak dengan usia di bawah 18 tahun cenderung belum kuat secara mental, dan belum stabil melakukan pernikahan.
“Dari sisi lain, secara ekonomi belum mapan. Pasangan dini ini terkadang banyak yang belum mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap. Kebutuhan ekonomi setelah dan sebelum berumahtangga akan sangat berbeda, oleh karena itu perlu kematangan dan kemapanan pasangan agar tidak terjadi tekanan yang kemudian berujung KDRT,” ujarnya.
Suryani mengatakan untuk mengantisipasi terjadinya kekerasan terhadap anak, pihaknya selalu berusaha menyampaikan informasi secara langsung. Tidak hanya itu, pihaknya juga dibantu oleh aktivis perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat kepada 104 kelurahan di Kota Padang.
“Ada semacam pergerakan pemberdayaan yang terjadi di masyarakat. Aktivis ini membantu melaporkan setiap kejadian di masyarakat dan apa yang harus dilakukan jika terdapat kekerasan terhadap anak. Ini merupakan langkah awal penanganan dan akan ada penanganan lebih lanjut nantinya,” tutur Suryani.
Program tersebut, telah berhasil menurunkan angka kekerasan terhadap anak pada tahun 2022 yaitu sebanyak 49 kasus. Sedangkan pada tahun sebelumnya, 2021 tercatat sebanyak 53 kasus kekerasan terhadap anak. (rdr)