“Tidak jarang perjalanan KA lain terhambat, kerusakan sarana atau prasarana perkeretaapian, hingga petugas KAI yang terluka akibat kecelakaan di pelintasan sebidang,” kata Sofan Hidayah.
Untuk menekan angka kecelakaan dan korban, dirinya mengharapkan masyarakat dapat lebih disiplin berlalu lintas, menyadari dan memahami juga fungsi pintu perlintasan.
“Pintu perlintasan kereta api berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api agar tidak terganggu pengguna jalan lain seperti kendaraan bermotor maupun manusia.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta pasal 110 ayat 4 Juncto dan PP nomor 61 tahun 2016.
“Perjalanan kereta api lebih diutamakan karena jika terjadi kecelakaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar. Maka dari itu pintu perlintasan utamanya difungsikan untuk mengamankan perjalanan KA,” katanya.
Selain itu, pintu perlintasan kereta api merupakan alat bantu keamanan bagi para pengguna jalan, seperti halnya bunyi sinyal serta petugas penjaga perlintasan sebidang. Sedangkan rambu-rambu ‘STOP’ yang telah terpasang menjadi penanda utama untuk diperhatikan pengguna jalan.
Pengendara kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain.
“Pengendara juga wajib memastikan kendaraannya dapat melewati perlintasan sebidang dengan selamat, serta wajib memastikan pula kendaraannya keluar dari perlintasan sebidang apabila mesin kendaraan tiba-tiba mati di perlintasan sebidang,” katanya.
Bagi pejalan kaki, katanya, wajib berhenti sejenak sebelum melintasi perlintasan sebidang, menengok ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada kereta api yang akan melintas.
“Di samping itu, dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengganggu konsentrasi, antara lain menggunakan telepon genggam dan menggunakan headset pada saat melintasi perlintasan sebidang,” tuturnya. (rdr-008)