“Semua itu dilakukan dengan tetap mempertahankan ciri asli dan/atau muka bangunan cagar budaya atau struktur cagar budaya; dan/atau ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah situs cagar budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi,” ujar Yopi.
Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat satu dilakukan dengan mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada cagar budaya. Kemudian menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan, mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
“Berdasarkan pasal ini Pemko Padang berkesempatan melakukan perubahan dan penambahan pada SMA 1,” ungkap Yopi.
Yopi mengatakan, apabila ACP yang telah terpasang dan dilepas kembali akan berpengaruh kepada bangunan. Pengembalian pada rupa semula justru dikhawatirkan akan merusak bentuk aslinya.
Hingga saat ini Pemko Padang terus berkomitmen menjaga kelestarian bangunan cagar budaya. Salah satu upaya adalah menginventarisir bangunan cagar budaya yang ditetapkan dengan SK Wali Kota Nomor 3 tahun 1998.
Di mana pasca gempa 2009 silam sudah banyak bangunan yang rusak dengan memberikan label pada bangunan cagar budaya tersebut. Sehingga ke depan tidak ada lagi bangunan yang dirobohkan atau direhab tidak sesuai dengan ketentuan. (rdr)