“Saya belum melihat adanya pergerakan itu. Kami dari OPS meminta KPP memfasilitasi keinginan kami untuk berunjuk rasa,” katanya.
Alex mengatakan, pedagang toko Pasar Raya Padang tidak memiliki masalah dengan PKL, namun lebih ke Perwako Nomor 438 Tahun 2018.
“Jika alasannya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat menengah ke bawah, namun kenyataannya kami lihat, itu pedagang yang punya modal, namun tak menyewa toko, karena merasa lebih enak berjualan di pinggir jalan,” katanya.
Menurutnya, Perwako 438 Tahun 2018 terlalu memanjakan dan memberikan ruang dan dalih bagi PKL untuk tetap beraktivitas.
“Mereka itu mulai berdagang dari pukul 12.00 WIB, sementara bagi pedagang toko, transaksi jual beli pedagang toko baru terjadi pukul 11.00 WIB, namun baru satu jam berjalan sudah dihambat oleh PKL,” katanya.
“Sementara, PKL itu sendiri mulai berjualan dari pukul 12.00 WIB hingga tengah malam,” katanya.
Pada kesempatan itu, Alex menjelaskan bahwa belum melaksanakan unjuk rasa lantaran masih melihat itikad baik dari Pemko Padang untuk merealisasikan janjinya merelokasi PKL.
“Kami tak mau demo ini barbar saja, tidak tepat sasaran, kami punya induk, KPP namanya, sehingga kami menunggu timing yang tepat. Namun jika itikad baik itu tak terlaksana, maka insya Allah demo ini dilaksanakan, karena kami menuntut hak kami,” katanya.
Selain itu, kata Alex, kondisi sebagian bangunan yang sudah tua di Pasar Raya seperti saat ini diperparah tidak adanya jalur dan jalan evakuasi darurat yang layak, dimana seluruh depan toko ditutup mati oleh PKL.
“Bagaimana kami selaku pedagang yang berada dalam toko dan pengunjung pasar raya menyelamatkan diri. Kami tidak tahu kapan gempa megathrust itu akan terjadi. Di sini, kami selaku warga negara tidak diberikan perlindungan penuh akan keselamatan kita bersama, hal ini telah mencederai hak asasi kami selaku warga negara,” tuturnya. (rdr-008)