Sikap Gubernur Sumbar itu tidak cukup memuaskan warga Air Bangis yang merasa aspirasi mereka belum tersampaikan dengan melanjutkan aksi damai dan menginap di Masjid Raya Sumbar. Sedangkan pejabat Pemprov Sumbar mengklaim mediasi sudah dilakukan.
Pada Sabtu (5/8/2023), warga yang bertahan di Masjid Raya Sumbar dipulangkan secara paksa oleh aparat sehingga berlangsung kericuhan.
Sebanyak 18 orang ditangkap, yang terdiri dari enam orang masyarakat, empat mahasiswa, dan delapan aktivis atau pendamping hukum dari LBH Padang, tujuh orang dan PBHI, satu orang.
Kemudian, pada Minggu (6/7/2023) sumber kredibel Amnesty International Indonesia menyebut bahwa mereka telah dilepaskan dari Polda Sumbar, namun warga ‘dipaksa’ pulang ke kampung dan dikawal untuk pulang.
“Negara tidak boleh berdiam diri dan harus ada penyelidikan yang menyeluruh dan independen atas aksi represif berupa pemulangan paksa dan penangkapan tersebut. Negara juga tidak boleh meneruskan rencana Proyek Strategis Nasional itu selama belum ada penyelesaian dan konsultasi bermakna dengan masyarakat Nagari Air Bangis sebagai pihak yang terdampak atas proyek tersebut,” kata Usman Hamid.
Berdasarkan data yang dipantau Amnesty International Indonesia, selama Januari hingga Juli 2023 sedikitnya sudah terdapat 62 kasus serangan terhadap pembela HAM dan jurnalis, baik berupa laporan ke polisi (8 kasus), penangkapan (7 kasus), kriminalisasi (4 kasus), percobaan pembunuhan (2 kasus), serta intimidasi dan serangan fisik (41 kasus).
Intimidasi Aparat
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang menyebut sedikitnya empat orang jurnalis menjadi korban.
Jurnalis Tribunnews, Nandito Putra, diduga dipiting oleh polisi berpakaian bebas saat sedang merekam kondisi sambil live streaming untuk medianya. Ia sebelumnya juga dilarang mengambil gambar dan ponselnya juga berupaya direnggut.
Dito baru dilepaskan setelah dua orang jurnalis menyampaikan protes kepada para polisi, karena rekan mereka diamankan.
Namun saat upaya itu, petugas juga mengangkat kerah baju Fachri Hamzah Jurnalis Tempo dan melontarkan ancaman.
Selain Fachri, Ketua AJI Padang, Aidil Ichlas juga mendapatkan ancaman dari petugas yang sama saat berupaya melepaskan Nandito.
Beberapa menit kemudian, sejumlah perwira dari Polresta Padang menengahi dan meminta maaf kepada Nandito, Fachri dan Aidil atas peristiwa tersebut.
Tidak hanya itu, intimidasi juga dialami oleh Dasril Jurnalis Padang TV. Saat itu, Dasril sedang mengambil gambar penangkapan salah satu pendamping dari LBH Padang. Tiba-tiba salah satu pihak kepolisian menghalangi kamera Dasril untuk merekam sambil dihardik.
Zulia Yandani (Lia), seorang jurnalis perempuan dari Classy FM juga mengalami kekerasan.
Lia saat itu baru selesai sholat dan mendengar kericuhan di lantai I Masjid Raya Sumbar. Saat sedang merekam, dia tiba-tiba didatangi dua orang dan menanyai tanda pengenalnya.
Walau sudah dijelaskan Lia bahwa dirinya wartawan, namun mereka tetap menariknya dan mengangkat kedua kakinya serta hendak dibawa ke mobil.
Tindakan yang dilakukan pihak kepolisian telah melanggar kebebasan pers. Padahal, Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers telah tegas mengatur tentang kerja-kerja jurnalistik.
“Selain mengecam intimidasi dan kekerasan yang ditujukan terhadap para warga dan jurnalis yang bertugas di Masjid Raya Sumbar pada 5 Agustus lalu, kami juga mendukung tuntutan para jurnalis yang mendesak Kapolda Sumbar meminta maaf serta memproses anggotanya yang diduga melakukan intimidasi dan kekerasan kepada jurnalis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proyek itu juga harus dievaluasi serius,” tuturnya. (rdr)