PADANG, RADARSUMBAR.COM – Amnesty International Indonesia mengatakan, proyek strategis nasional di Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) Sumatera Barat (Sumbar) harus dievaluasi.
Pasalnya, program itu menimbulkan korban dan mengancam hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak sipil, politik, bahkan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat lokal.
Lembaga internasional itu juga merespons sikap represif aparat keamanan terhadap protes damai warga Air Bangis.
Sebagaimana diketahui, sekitar seribu warga Nagari Air Bangis melakukan aksi damai menolak rencana pembangunan proyek strategis nasional di wilayah mereka di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kota Padang.
Mereka beralasan, proyek itu mengancam mata pencaharian dan hak-hak mereka atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Akibat protes enam hari itu, aparat keamanan memulangkan secara paksa para warga Air Bangis dan menangkap 18 orang, yang terdiri dari tokoh masyarakat, mahasiswa, dan advokat ataupun pendamping masyarakat.
Mereka datang dan tinggal berhari-hari untuk melaksanakan hak-hak konstitusional mereka dan mempertahankan ruang hidup mereka.
“Respons negara, baik polisi dan Gubernur, justru berlebihan dan terkesan memaksakan proyek strategis nasional,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Senin (7/8/2023) malam.
Usman melihat ada pengabaian terang-terangan terhadap hak dan kebebasan sipil.
Kekhawatiran warga Nagari Air Bangis tentang dampak proyek itu terhadap keberlangsungan hidup mereka sah dan harus didengar oleh negara, bukan malah direpresi.
“Tanpa persetujuan mereka, proyek itu tidak boleh dipaksakan,” katanya.
Ia mengatakan, negara juga harus mengevaluasi rencana proyek strategis nasional ini, karena studi sebelumnya dari organisasi-organisasi sipil seperti dari LBH Padang dan Walhi, menunjukkan proyek tersebut jelas berdampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Seperti, hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, dan juga berpotensi menimbulkan konflik baru di Sumbar, seperti mengancam hak atas tanah, ruang kelola rakyat dan kebudayaan masyarakat serta penghidupan yang layak.
“Jangan sampai negara mengulangi kesalahan proyek strategis nasional sebelumnya, yang mematikan lahan penghidupan masyarakat dan merusak lingkungan. Salah satu kesalahan itu pernah menimpa warga Desa Wadas terkait proyek Bendungan Bener dan pertambangan di Desa Wadas, Jawa Tengah,” katanya.
Damai vs Represif
Pada Senin (31/7/2023), sekitar 1.000 warga Nagari Air Bangis dan mahasiswa menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumbar menolak usulan proyek strategis nasional (PSN) kilang minyak dan petrokimia oleh Pemprov Sumbar ke pemerintah pusat dengan luas konsesi 30 ribu hektare karena menyerobot lahan yang dikelola warga.
Massa juga menuntut agar lahan yang mereka kelola secara turun-temurun dikeluarkan dari status hutan produksi.
Mereka menuntut pula agar anggota Brimob yang menjaga lahan program hutan tanaman rakyat (HTR) yang dikelola koperasi serba usaha di kawasan itu ditarik. Lokasi HTR juga dipandang tumpang tindih dengan lahan masyarakat.
Gubernur Sumbar hanya tampak sekali secara tak terduga datang ke Masjid Raya Sumbar untuk salat subuh pada Kamis (3/8/2023).