Rencana PSN di Air Bangis yang dilakukan oleh pemerintah ditentang oleh sejumlah masyarakat setempat hingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.
LBH menilai, rencana investasi seluas 30.162 hektare yang setara setengah Kota Padang atau 12 kali Kota Bukittinggi akan berpotensi besar menimbulkan konflik baru di Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) terkait hak atas tanah, ruang kelola rakyat dan kebudayaan masyarakat.
Dari catatan LBH, konflik agraria terbesar di Sumbar berada di Kabupaten Pasbar sebanyak 25 titik.
“Seharusnya pemerintahan Kabupaten, Provinsi, dan Pusat mesti menyelesaikan konflik yang sudah lama ada di Pasaman Barat, bukan menambah konflik baru. Selain itu core investasi tidak masuk akal untuk lokasi,” kata Kepala Bidang Sumber Daya Alam LBH Padang, Diki Rafiqi dinukil dari laman LBH Padang.
Merujuk kepada Peta Master Plan PT Abaco Pacific Indonesia, kawasan yang yang direncanakan sebagai core investasi (zona 3A dan zona 3B) yaitu refinery dan petrochemical Industrial Park sebagian besar sudah berhimpitan dengan pemukiman dan kebun rakyat.
“Informasi yang kami terima, di Kabupaten Pasbar telah dibangun Teluk Tapang yang digunakan untuk akses transportasi komoditi perkebunan dan pertanian. Tambahan pelabuhan akan berdampak kepada tidak efektifitas dan tidak efisien di kemudian hari,” katanya.
Berdasarkan Surat Gubernur Sumbar dengan 070/774/Balitbang-2021 angka 4, menyatakan status lahan atau tanah telah clean dan clear untuk digunakan.
“Hasil pengamatan lapangan kami malah sebaliknya. Lahan tersebut merupakan lahan budidaya pertanian masyarakat Nagari Batahan yang terdiri dari 26 Jorong dan Air Bangis yang terdiri dari 15 Jorong dengan penduduk sekitar 45 ribu jiwa dan juga berdampingan dengan HGU Perkebunan,” katanya.
Diki mengatakan, kawasan area penggunaan lain (APL) tidak beralasan untuk dijadikan kawasan industri atau kawasan dengan bentuk investasi lain.
“Karena tidak ada lagi hamparan lahan kosong untuk investasi skala besar. Lokasi APL telah dipenuhi oleh pemukiman dan pertanian masyarakat,” katanya.
Diki Rafiqi berpandangan pembangunan PSN ini akan menimbulkan konflik baru di Sumbar.
Berdasarkan catatan LBH, katanya, terdapat 25 konflik agraria yang belum terselesaikan di Kabupaten Pasbar terkait perampasan lahan yang terjadi.
“Kabupaten Pasbar merupakan penyumbang konflik terbanyak dalam catatan LBH Padang terkait perampasan tanah. Melihat situasi ini, Pemprov Sumbar dan Pemkab Pasbar wajib menyelesaikan hal tersebut, bukan malah menciptakan kasus baru yang nantinya akan mengakibatkan dampak sosial jangka panjang,” katanya.
Ia menekankan Pemprov Sumbar harus belajar lebih banyak bahwa tak ada satupun pembangunan yang berbalut dengan pelanggaran HAM akan mensejahterakan dan membahagiakan masyarakat.
“Pembangunan itu harus berasaskan HAM dan mempertimbangkan dampak jangka panjang, tidak hanya untuk keuntungan semata. Gubernur harus mendepankan aspirasi masyarakat dalam melakukan pembangunan. Saya mendorong Gubernur Sumbar lebih mendengarkan aspirasi masyarakat, melindungi HAM dan tidak hanya mementingkan keuntungan semata,” tuturnya. (rdr)