Dirinya juga mendesak pihak kepolisian menindak tegas pelaku yang telah mempertontonkan ancaman pembunuhan secara vulgar untuk menghentikan ibadat tersebut.
“Tujuannya, agar tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari dan memperluas keresahan di masyarakat,” katanya.
Selain itu, katanya, upaya musyawarah dan dialog perlu tetap dijaga dan dikembangkan, seiring dengan penegakan hukum terhadap sejumlah tindakan yang telah menyentuh ranah pidana terhadap kasus tersebut.
“Hendaknya mediasi yang dilakukan oleh aparat keamanan dan muspida setempat tidaklah malah menekan korban yang justru menyebabkan korban mengalami intimidasi berlapis.”
“Kami meminta umat Kristen untuk tetap tenang dan mengedepankan proses hukum kepada aparat kepolisian,” katanya.
Sosial Masyarakat
Terpisah, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Padang, Tarmizi Ismail menampik bahwa insiden yang terjadi antara masyarakat dengan jemaat GBI Sola Gratia karena konflik antar umat beragama.
Dia mengatakan, gesekan yang terjadi lebih cenderung kepada permasalahan sosial kemasyarakatan (sosmas) di lingkungan tersebut.
“Kita harus paham, ada adat istiadat (kearifan lokal) yang dijunjung. Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung,” katanya kepada Radarsumbar.com via seluler.
Tarmizi mengatakan, inti persoalan yang terjadi tersebut tidak menyerempet ke persoalan agama. “Jika dibilang dilarang melaksanakan ibadah, itu sudah lain masalahnya.”
“Persoalannya sosial kemasyarakatan sebenarnya. Intinya, bagaimana kita hidup damai dan rukun di suatu lokasi, bagaimana menjaga keamanan dan ketertiban,” katanya.
Dia mengatakan, rumah yang dijadikan jemaat GBI Sola Gratia itu sejatinya bukan dijadikan tempat beribadat. “Sama seperti umat Islam, rumah dijadikan tempat beribadah. Namun, tentu ada norma-norma yang harus dijaga,” katanya.
Tarmizi menegaskan masalah dan gesekan yang terjadi tersebut adalah sosial kemasyarakatan. “RT dan RW (setempat) juga tidak mengetahui rumah itu dijadikan sebagai tempat beribadat. Informasi dari RT (ke Kesbangpol) tidak ada diberitahukan,” katanya.
Ke depan, ia berharap agar persoalan tersebut tak terjadi lagi dan saling menjaga toleransi antar umat beragama.
“Pasca kejadian, kami tetap melakukan pemantauan dan mediasi terhadap pihak terkait dengan melibatkan instansi terkait, seperti Kejaksaan, TNI dan Polri,” katanya.
“Kami minta saling menjaga, saling menghargai. Kalau tempat ibadah kan sudah ada sebenarnya, ketika RT dan warga tak tahu, maka dikhawatirkan (terjadi gesekan) ini,” tuturnya. (rdr-008)