PADANG, RADARSUMBAR.COM – Wali Kota Padang, Hendri Septa menyesalkan peristiwa pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang membawa motor dan menewaskan seorang anak-anak pada Senin (18/9/2023) sore.
Ditemui usai Ground Breaking Pembangunan Pasar Raya Padang Fase 7, Hendri menyebut kejadian tersebut sebagai musibah.
“Ini musibah, kami akan tanya pihak keluarga dan kami juga berkoordinasi dengan instansi terkait kenapa bisa terjadi. Kami berprasangka baik saja,” katanya, Rabu (20/8/2023) siang.
Hendri mengaku dirinya sudah sering menyampaikan, bagi pelajar yang belum cukup umur tidak boleh untuk membawa motor.
“Semua elemen harus mengawal ini, kadang-kadang kita membiarkan juga (anak-anak membawa motor),” katanya.
Peristiwa itu, kata Hendri Septa menjadi pelajaran, bahwa tidak semua anak-anak yang belum cukup umur membawa kendaraan ke sekolah.
“Ini artinya terpulang dari apa yang telah terjadi, bahwa aturan tetap ditegakkan bahwa anak-anak kita jangan dahulu membawa kendaraan,” katanya.
Meski demikian, Hendri mengaku belum mengetahui asal usul sekolah pelajar SMP yang berhadapan dengan hukum tersebut.
“Saya mau cari tahu dulu ini pelajar dari SMP mana, saya baru dapat informasinya,” katanya.
Terkait penegasan terhadap larangan membawa kendaraan ke sekolah, kata Hendri, sudah diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Ini aturan, yang belum berumur 17 tahun belum boleh membawa motor, artinya turunannya kita patuhi saja aturan itu. Kadang-kadang orangtua, karena kasihan sama anak diberikan motor, mobil, itu kan tidak wajar, ini pelajaran buat kita semua,” katanya.
Kemudian, katanya, Pemko Padang sudah melakukan penegasan terkait larangan pelajar SMP membawa motor ke sekolah.
“Sudah ada penegasan ke setiap sekolah, kalau yang di tengah kota memang menggunakan transportasi (umum), ini sekolah yang di pinggiran (Kota Padang), ini yang masih belum terkawal,” katanya.
“Intinya jangan diberikan, kalau masih diberikan, artinya keluarga yang masih lemah pengawasannya. Kami akan perhatikan kebutuhan keluarga (korban), kami akan berikan bantuan,” sambungnya.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Padang, Kombes Ferry Harahap menyebut pelajar SMP yang sebabkan anak-anak meninggal saat melakukan aksi freestyle motor sebagai tersangka.
“Status anak ini sudah tersangka,” kata Kombes Ferry.
Ferry mengatakan, polisi menyangkakan pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terkait kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Untuk masalah anak berhadapan dengan hukum, katanya, polisi perlu melakukan pendekatan dan penanganan khusus dalam bentuk peradilan anak yang sudah diatur dalam UU.
“Anak yang diberikan sanksi seperti tahanan itu di atas 14 tahun, sehingga dalam perlakuannya kami tentu melakukan peradilan anak, sementara pelaku ini baru 13 tahun,” katanya.
Meski demikian, katanya, tidak menutup kemungkinan polisi akan menerapkan pola Restorative Justice (RJ) kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
“Kami (Polri) juga ada Restorative Justice, penyelesaian perkara di luar peradilan, namun saat ini masih melakukan pemeriksaan dalam rangka dugaan pertama ini, pasal 359 KUHP,” katanya.
“Perlakuan peradilan kepada anak ini ada khusus, masih di bawah pengawasan orangtua, sementara sudah diamankan Polresta Padang, namun didampingi orangtua dan minta bantuan Badan Pemasyarakatan (Bapas),” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, seorang pelajar SMP di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) harus berurusan dengan aparat penegak hukum usai aksinya menabrak beton saat motor yang dikendarainya hilang kendali.
Dalam peristiwa yang terjadi pada Senin (18/9/2023) sore itu, pelajar tersebut juga membuat seorang anak bernama Gian Septiawan Ardani (8) yang tengah mengambil wudu di salah satu rumah ibadah yang berada tak jauh dari lokasi kejadian meninggal dunia.
Peristiwa tersebut diketahui terekam CCTV di mana lokasi kejadian berada di Jalan Lori Parkiran Masjid Raya Lubuk Minturun, Kelurahan Lubuk Minturun, Kecamatan Kototangah, Kota Padang. (rdr-008)