Vonis Kasus Penggelapan Mobil di Padang Membingungkan, Kuasa Hukum Ajukan Banding

Yang menjadi pasal pokok perkara adalah pasal 378 KUHP tentang penipuan, dimana pada pokok perkara ini, terdakwa Diana dinyatakan tidak bersalah.

Ilustrasi vonis hakim. (net)

Ilustrasi vonis hakim. (net)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Padang memutuskan bahwa Diana Fitri bersalah, dalam kasus penggelapan yang menderanya sejak Juni 2024 lalu.

Pada perkara itu, Diana dinyatakan bersalah atas tindakan penyertaan yang termaktub dalam pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam sidang putusan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Akhmad Fazrinnoor Sosilo Dewantoro itu, adapun pasal 56 KUHP tersebut bukanlah pasal pokok dalam perkara itu.

Melainkan subsider, alias pasal pengganti dari pasal pokok yang diperkarakan dalam kasus tersebut.

“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa satu tahun,” kata Ketua Majelis Hakim dalam sidang yang berlangsung pada Jumat (27/9/2024) siang WIB.

Sedangkan yang menjadi pasal pokok perkara adalah pasal 378 KUHP tentang penipuan, dimana pada pokok perkara ini, terdakwa Diana dinyatakan tidak bersalah.

Putusan majelis hakim ini pun disambut dengan dua sikap yang berbeda dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Kuasa Hukum Diana Fitri sendiri.

Pada sidang, JPU yang dipimpin oleh Ira Yolanda cs menyatakan untuk pikir-pikir dulu. Sedangkan tim Kuasa Hukum dari Kreasi Law Firm dengan tegas menggugat putusan hakim dan bakal mengajukan banding.

Penasihat Hukum Diana Fitri dari Kreasi Law Firm, Yohannas Permana menilai ada banyak hal yang tidak dipertimbangkan oleh hakim sebelum kemudian memutuskan perkara tersebut.

Salah satunya perihal transaksi yang dilakukan Diana Fitri dengan korban, dan pelaku utama kasus penggelapan tersebut, yakni Yuga Nugraha.

“Ada banyak hal yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. Seperti keterangan saksi korban yang menyatakan uang Rp240 sudah diterima dan dikembalikan.”

“Fakta-fakta tersebut terungkap dalam persidangan, namun tidak dipertimbangkan dalam putusan,” katanya.

Di sisi lain, Yohannas menyebut hakim hanya melihat sisi lain dari fakta transaksi tersebut dimana menurut dia, hal demikian bukan lagi masuk dalam ranah pidana.

“Tapi uang Rp80 juta malah dipertimbangkan. Padahal dari sisi ini ada kelebihan bayar, yang seharusnya tidak lagi menjadi ranah pidana. Tapi Perdata.”

“Maka kami mengajukan banding, menggugat putusan yang disampaikan majelis hakim ini. Dalam waktu dekat sebelum 7 hari,” tegasnya.

Senada dengan Yohannas, Tim Penasehat Hukum Kreasi Law Firm, Gilang Ramadhan menyitir bahwa sikap hakim dalam persidangan ini justru membingungkan.

Sebab sebut dia, hakim sempat memberikan pertimbangan bahwa Diana Fitri melakukan tindakan yang tidak dia sadari membantu pelaku utama melakukan penggelapan.

“Dalam perkara ini ada pihak lain yang menjadi pelaku utama, yakni terdakwa Yuga Nugraha. Dalam prakteknya, hakim sempat mempertimbangkan ketidaktahuan klien kami pada tindakan yang dia lakukan.”

“Klien kami sejak awal tidak mengetahui persoalan harga mobil yang menjadi materi perkara.”

“Jadi statusnya Diana Fitri hanya membantu pelaku utama, tanpa ia sadari bahwa bantuannya itu memuluskan pelaku utama melakukan praktek penggelapan,” beber Gilang.

Gilang mengungkap, sikap hakim dalam memberikan pertimbangan dan putusan sangat membingungkan. Hal ini menjadi tanda tanya besar bagi Gilang.

“Dengan pertimbangan status Diana Fitri yang tidak mengetahui bahwa tindakannya itu memuluskan pelaku utama melakukan penggelapan, harusnya beliau jadi saksi.”

“Ditambah lagi, pada fakta perkara yang didasari dengan perjanjian atau kesepakatan, menjadi ranah perdata, bukan pidana. Apalagi beliau pernah berbisnis dengan mereka sebelumnya, dan hasilnya saling menguntungkan,” sebut Gilang.

Sebelumnya diketahui, dugaan kasus penggelapan yang dilakukan Diana Fitri ini sempat heboh di media sosial. Namun setelah fakta-fakta sebenarnya terungkap, pembicaraan publik yang sempat menyerang Diana, mulai meredup. (rdr)

Exit mobile version