Terhadap tersangka dikenakan sangkaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yakni kesatu, primer pasal 2 Ayat (1) subsider pasal 3 Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua, primer pasal 3 jo Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang Subsider pasal 4 jo Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Pada perkara itu sebanyak 16 tersangka telah ditetapkan mulai dari pejabat RSUD, panitia lelang, manajemen konstruksi dan rekanan atau pihak ketiga.
Sebanyak tujuh orang terdakwa juga telah divonis oleh Majelis Hakim Tipikor Padang. Sedangkan sisanya masih menjalani proses persidangan.
Perkara itu berawal ketika Pemkab Pasaman Barat menganggarkan pembangunan RSUD Pasaman Barat dari dana alokasi khusus dan dana alokasi umum dengan pagu anggaran sebesar Rp136.119.063.000.
Dalam rencana anggaran biaya terjadi kesalahan yang disengaja dalam rekapitulasi lebih kurang sebesar Rp 5.962.588.749. Kemudian dalam proses lelang terjadi pengaturan lelang oleh tim kelompok kerja (Pokja) dengan tersangka lainnya dengan kontrak tahun jamak tahun 2018-2020 sebesar Rp 134.859.961.000.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo AA (tersangka) mengalihkan seluruh pekerjaan (Subkon) dengan sepengetahuan PPK yang juga direktur RSUD saat itu kepada pihak lain dari Manado.
Lalu dalam pelaksanaan terjadi kekurangan volume pekerjaan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp16.239.364.605,46. (rdr/ant)