“Sebagai contoh jembatan Lubuk Nyiur ini. Sudah tak terhitung kalinya rusak akibat banjir. Sementara mereka terkesan tidak tersentuh hukum,” ungkap Nafsil Diiri, (56) salah seorang warga Nagari Lubuk Nyiur.
Mereka membenarkan pernyataan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang menyebutkan salah satu pemicu bencana banjir di Pesisir Selatan, termasuk di Batang Kapas adalah akibat maraknya aksi penebangan hutan.
Dugaan itu ia sampaikan ketika meninjau lokasi terdampak bencana di Pesisir Selatan dan sejumlah daerah lainnya di Sumatera Barat yang juga mengalami bencana banjir bandang.
Apalagi menurutnya kondisi geografis dan topografis daerah berjuluk ‘Negeri Sejuta Pesona’ itu sebagian besar tebing curam yang beriirisan dengan jalan dan langsung menuju sungai, sehingga luncuran air cepat.
Padahal ia menilai hutan di Sumatera Barat lebih baik dibanding daerah lain, dengan air yang bening. Mengonfirmasi catchment areanya yang baik.
Nafsil melanjutkan tidak terhitung kerugian yang diderita masyarakat akibat banjir sejak 10 tahun terakhir. Area pertanian merupakan langganan tetap. Begitu juga dengan usaha peternakan.
Namun pelaku pembalakan seperti tidak acuh dan justeru semakin masif menebang hutan. Kawasan penyanggah di bagian hulu sungai sudah tidak berdaya lagi menahan laju curah hujan yang semakin ekstrem.
Namun demikian kelakuan tidak bermoral penjarah hutan itu justeru kian menjadi-jadi. Mereka seperti tutup mata, bahkan seakan tidak ada kejadian saja akibat penebangan hutan.
“Jika pada pemerintah nagari kami tidak bisa berharap, tentu kami berharap pada penegak hukum,” sebutnya.
Nagari Lubuk Nyiur, Sungai Nyalo, Koto Gunung dan Nagari Tuik mengalami rusak cukup parah akibat bencana banjir bandang yang terjadi pada Kamis, 7 Maret. Ratusan Hektare lahan pertanian hancur. (rdr/ant)