Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Persekusi 2 Perempuan di Pessel, Pelaku masih Diburu

Gelar perkara dilakukan demi meminimalisir kesalahan administrasi penyidikan atau penetapan tersangka dalam suatu persoalan hukum

Gelar perkara kasus persekusi dua perempuan yang terjadi di Lengayang beberapa waktu lalu. (Foto: Dok. Polres Pessel)

PAINAN, RADARSUMBAR.COM – Polisi telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus persekusi terhadap dua perempuan yang terjadi di Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat (Sumbar).

Data yang berhasil dihimpun dari Humas Polres Pessel, sebanyak tiga orang ditetapkan polisi sebagai tersangka usai melakukan gelar perkara, Sabtu (15/4/2023).

“Gelar perkara dilakukan demi meminimalisir kesalahan administrasi penyidikan atau penetapan tersangka dalam suatu persoalan hukum. Dengan demikian, aspek hukum suatu permasalahan bagi penyidikan jelas berdasarkan penilaian penyidik,” kata Kapolres Pessel, AKBP Novianto Taryono.

Tiga tersangka yang ditetapkan polisi itu berdasarkan bukti permulaan yang cukup dari hasil pemeriksaan 13 saksi yang pada akhirnya mengerucut kepada tiga orang.

Namun, Novianto tidak menjelaskan secara rinci identitas tiga pelaku serta peran mereka yang diduga kuat melakukan persekusi terhadap dua perempuan yang tengah berkunjung ke suatu tempat hiburan malam.

“Kami meminta kepada para tersangka untuk segera menyerahkan diri, karena identitas mereka sudah kami kantongi. Kami dengan tegas mengatakan bahwa pelaku kami buru, ke mana saja mereka pergi,” katanya.

AKBP Novianto Taryono meminta semua pihak tidak membela orang yang salah dalam perbuatan yang merugikan orang banyak.

Hal tersebut disampaikannya menyikapi polemik persekusi yang diduga dialami oleh dua perempuan hingga diarak dan ditelanjangi.

“Jangan ikut-ikutan melindungi orang yang bersalah. Berikan informasi yang valid, serahkan pada kami (polisi). Karena, kami (pastikan) tidak akan berhenti mencari para pelaku,” katanya.

Ia juga menyayangkan tindakan main hakim sendiri yang diduga dilakukan oleh sekelompok orang dengan memperlakukan dua perempuan layaknya bukan manusia.

“Kami ungkap perkara ini dan secepatnya menangkap pelakunya,” katanya.

Pria yang pernah menjabat Koordinator Sekretaris Pribadi Pimpinan (Spripim) Kapolda Sumbar dan Kapolres Padang Panjang itu menjelaskan, kedua korban sudah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pessel.

Berdasarkan keterangan sementara dari sejumlah saksi dan bukti video yang ada, kedua perempuan tersebut tidak dalam keadaan melayani tamu karaoke, namun hanya melayani telepon seluler (ponsel).

“Namun nahasnya, datang sekelompok pemuda yang resah dengan keberadaan kafe yang masih beroperasi di bulan Ramadan, kemudian mengarak perempuan itu ke laut hingga korban ditelanjangi,” ungkapnya.

Ia memastikan Polres Pesisir Selatan tidak akan tinggal diam dari permasalahan tersebut. Sejumlah saksi telah diperiksa dalam kejadian itu.

“Tiga poin yang secara maraton akan kami lakukan penyelidikan di bawah, pertama tentang Persekusi, UU Pornografi dan UU ITE,” katanya.

Bukan Pertama Kali

Persekusi dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki terhadap dua orang perempuan pengunjung kafe di Pesisir Selatan menambah rentetan panjang kasus kekerasan terhadap perempuan yang beririsan dengan moralitas keagamaan.

Korban diintimidasi, ditendang, diseret, dan diceburkan ke laut. Tidak hanya itu, mereka beramai-ramai menelanjangi korban dan memegang payudaranya. Aksi bejat itu divideokan pelaku dan disebar ke media sosial (medsos).

Wakil Ketua Organisasi Perdamaian dan Keberagaman atau Pelita Padang, Silmi Novita Nurman mengatakan perbuatan para pelaku terhadap korban adalah di luar batas kemanusiaan dan sama sekali tidak memanusiakan manusia.

“Apalagi jika sampai mengatasnamakan agama sebagai pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan. Ini adalah perilaku yang sangat tidak bisa dibenarkan,” kata Silmi.

Silmi menyayangkan kejadian tersebut. Bulan Ramadan hendaknya menjadi ajang memperbanyak amal baik dengan semangat memanusiakan manusia.

Menurutnya, pada kasus-kasus serupa, perempuanlah yang cenderung menjadi korban. Sementara pihak laki-laki terkesan aman.

Silmi menduga kuat bahwa salah satu penyebab kejadian itu adalah pemahaman agama yang sempit dan misoginis.

Degradasi atau penurunan pandangan misoginis di masyarakat membuat banyak orang sangat mudah memusuhi dan melecehkan perempuan.

“Perempuan sering dipandang sebagai sumber aib, fitnah dan layak direndahkan. Padahal, agama sejatinya tidak mengajarkan pemahaman seperti itu,” katanya.

Kasus serupa sebelumnya pernah terjadi di tahun 2020. Seorang perempuan di Pasaman yang dituduh mesum ditelanjangi dan diarak segerombolan laki-laki keliling kampung.

Kejadian itu divideokan dan disebar ke media sosial. Sampai hari ini, pelaku persekusi dan perekam video tidak ditindak tegas oleh aparat. Entah bagaimana nasib korban setelahnya.

Ia meminta polisi harus menindak tegas para pelaku sesuai peraturan perundang-undangan agar korban mendapatkan keadilan. Jangan hanya berakhir dengan kata maaf lalu kasus selesai.

“Selain itu, Pemerintah juga mesti memberi jaminan pemulihan korban beserta keluarganya, serta memastikan kejadian ini tidak lagi berulang. Jangan dibiarkan,” ujarnya.

Silmi pun menekankan bahwa tanpa adanya penegakan hukum yang berkeadilan, kejadian-kejadian serupa berpotensi terulang kembali di masa datang. (rdr-008)

Exit mobile version