“Pemerintah telah menyiapkan lebih dari 1,2 juta ton beras cadangan, ditambah dengan cadangan untuk keperluan komersial menjadi 1,4 juta ton. Kenaikan harga beras dalam beberapa waktu terakhir di beberapa wilayah juga telah diintervensi pemerintah,” sebutnya.
Isy Karim memaparkan, situasi yang terjadi saat ini disebabkan oleh fenomena El Nino yang mempengaruhi masa tanam, terutama untuk beras premium yang hampir seluruhnya beras lokal.
Karena itu, pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis seperti impor dan peningkatan subsidi pupuk untuk memastikan ketahanan pangan.
Karim juga menyinggung bahwa pemerintah memilih untuk tidak merelaksasi HET, tetapi membanjiri pasar dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) untuk mengendalikan harga.
Di sisi lain, Dekan Pertanian Universitas Sriwijaya, Ahmad Muslim, menilai menjelang Ramadhan seperti saat ini, permintaan beras memang biasanya meningkat.
Hal ini dikarenakan faktor psikologis masyarakat yang ingin memastikan pada waktu ini kebutuhannya aman, sehingga cenderung lebih banyak dalam membeli bahan pokok.
“Saat ini, upaya jangka pendek untuk mengatasi kekurangan beras adalah dengan impor. Namun, untuk jangka panjang, diperlukan strategi sistematis yang memanfaatkan potensi besar yang dimiliki Indonesia,” jelasnya.
Menurut Ahmad, faktor utama rendahnya produksi beras di Indonesia adalah luas lahan padi yang masih rendah, yaitu sekitar 10,2 juta hektar. Idealnya, untuk mencapai swasembada, dibutuhkan luas lahan padi 40 juta hektar dengan asumsi 500 meter persegi per kapita.
Ia juga melihat perubahan iklim menjadi salah satu faktor utama yang membuat Indonesia rentan terhadap penyakit tanaman padi. Oleh karena itu, diversifikasi beras dengan varietas yang lebih sehat juga perlu dipertimbangkan.
Kegiatan FMB9 juga bisa diikuti secara langsung di kanal youtube FMB9ID_IKP. Nantikan update fakta bicara dari lingkar pertama di FMB9ID_ (Twitter), FMB9.ID (Instagram), FMB9.ID (Facebook). (rdr)