Sementara itu, Juma mengatakan, aksi bakar diri itu diduga bukan tanpa alasan. Aksi ini diduga dilandasi oleh kekecewaan para pengungsi terhadap IOM dan UNHCR yang dianggap tidak menanggapi tuntutan mereka, yakni untuk segera diberangkatkan ke negara ketiga sebagai tujuan pengungsi.
Tercatat sudah 14 pengungsi Afghanistan yang meninggal dunia karena bunuh diri di berbagai kota di Indonesia. Sementara AS adalah orang ketujuh yang berhasil diselamatkan. Menurut Juma, sebagian besar imigran sudah stres, bahkan depresi.
Rata-rata dari mereka tinggal di lokasi penampungan selama 7 sampai 10 tahun. Mereka tak tahan hidup tanpa kejelasan di Indonesia, tanpa pekerjaan, dan anak-anak mereka tidak bisa bersekolah.
AS dan puluhan rekannya, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak hingga orang dewasa, sudah sebulan melakukan aksi menginap di depan Kantor UNHCR yang merupakan perwakilan di Medan. Mereka menginap di tenda-tenda yang mereka bangun sendiri, tepat di simpang Jalan Imam Bonjol-Jalan Listrik. Juma berharap, Pemerintah Indonesia juga mau mendengar mereka dan kemudian mencari solusi terbaik atas nasib mereka.
Menurut Juma, para pengungsi sudah tidak mungkin pulang ke negaranya, karena ancaman akan dibunuh. Apalagi, saat ini Afghanistan sudah di tangan Taliban. “Kami tak bisa masuk, dan kalau kembali langsung dibunuh,” kata Juma. Menurut Juma, pihak pengungsi juga tidak mungkin bisa mendapat kewarganegaraan Indonesia. Satu-satunya hak mereka adalah dikirimkan ke negara ketiga. “Ini hari ke-30 (aksi menginap). Tapi belum ada tanggapan dari atas,” kata Juma. (kompas.com)