PADANG, RADARSUMBAR.COM – Sumatera Barat dihuni oleh beraneka ragam suku, bahasa, agama dan beragam latar belakang. Ini sebuah keniscayaan dan tidak bisa ditolak. Perbedaan itu jika dikelola dengan baik, akan menjadi rahmat. Tetapi jika salah mengelolanya, akan menjadi laknat.
Demikian disampaikan Kepala Bagian Tata Usaha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumbar, Irwan saat menjadi pembicara dalam Program Dialog Sumbar, RRI Pro 1 Padang, Selasa (1/2/2022) dengan tema “Perkokoh Toleransi Beragama di tengah Omicron”. Kabag TU tampil secara virtual dari ruang kerjanya didampingi Sub Koordinator Subbag Ortala dan KUB, Fauqa Nuri Ichsan.
Dia mengatakan, kunci dari semua perbedaan itu adalah toleransi. “Untuk memastikan kehidupan yang nyaman, maka berbagai perbedaan itu harus kita letakkan kata kuncinya adalah toleransi. Prinsip toleransi itu sendiri, saling menghormati, saling menghargai, dan selalu berpikir positif,” ungkapnya.
Kemudian, dalam konteks Sumatera Barat, kata Irwan, orang Minang itu adalah orang yang sangat toleran. Jika ada yang mengatakan masyarakat Sumatera Barat tidak toleran, itu kurang tepat. “Kita punya bukti bahwa orang Minang itu toleran,” pungkas Irwan.
Ia menyampaikan beberapa hal sebagai bukti bahwa orang Minang itu toleran. Pertama, hampir seluruh penjuru dunia ada orang Minang. Bahkan di pulau terkecil pun ada orang Minang dan ada rumah makan Padang. Dimana pun mereka berada mereka diterima dan mendapat tempat. “Jika masyarakat Minang tidak toleran mereka akan sulit diterima dan sulit mendapatkan tempat,” tukas Irwan.
Kedua, di Sumatera Barat, nama tempat dan nama daerah berasal dari nama suku daerah luar. “Kita punya Kampung Jawa, Kampuang Kaliang, Kampung Cina dan Kuburan Cina. Ini membuktikan bahwa orang Minang itu orang yang sangat toleran. Orang dari luar Sumatera Barat pun mendapat tempat di sini,” tandasnya.
Ketiga, dari segi kehidupan beragama tidak ada kita dengar orang agama lain, berbeda ras dengan kita, tidak mendapat tempat di Sumatera Barat. Bahkan kita tidak mendengar, ada bentrokan fisik, pembulian dan lain sebagainya. Sesuai falsafah Minang, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.