Bicara komitmen, ataupun kontrak politik, sama sekali tidak ada. Karena percuma bicara kontrak politik, sebab komitmen dan kontrak politik yang ditandatangani di atas materai dan di depan notaris sekalipun, juga tidak menyelesaikan persoalan.
“Terkait pemerintahan, (dari awal) saya serahkan bulat-bulat ke beliau (Epyardi Asda). Saya ingin bagaimana Solok ini berubah menjdi lebih baik. Karena itu, saya tidak bicara kontrak politik. Untuk komposisi SKPD (OPD) saya serahkan sepenuhnya kepada beliau, siapa yang mau diangkat.”
“Saya tegaskan ke beliau, orang-orang beliau, adalah orang-orang saya juga. Demikian juga dengan APBD Kabupaten Solok. Saya katakan ke beliau, silakan bapak atur. Karena prinsipnya, kita ingin membangun daerah, membangun masyarakat,” papar Jon Pandu.
Selama konflik itu, Jon Pandu menyebut tetap melakukan kegiatannya seperti biasa. Mulai dari memenuhi undangan masyarakat, hingga menampung aspirasi mereka. “Ini tidak menyurutkan langkah untuk saya menyapa masyarakat,” tegasnya.
Terkait tidak adanya foto Wakil Bupati di agenda-agenda pemerintahan, Jon Pandu malah tidak begitu mempersoalkan. Baginya, apa arti sebuah gambar, diakui atau tidak, tidak ada masalah.
“Tapi, negara dan konstitusi telah mengakui saya sebagai Wakil Bupati hari ini. Untuk itu, karena sudah disumpah dan diberi amanah, saya akan turun terus menjemput aspirasi masyarakat. Dan itu, tidak ada yang bisa melarang dan menghalangi,” tuturnya.
Kepada masyarakat, JFP berpesan agar selalu menjaga situasi dan kondisi tetap kondusif. “Mari kita tinggalkan perbedaan-perbedaan. Bagi masyarakat yang berada di Kabupaten Solok maupun di rantau, mari kita satukan persepsi, pandangan dan tekad kita. Insha Allah, badai ini akan berlalu,” tutupnya. (rdr)
diolah dari berbagai sumber