“Fakta bahwa ini (kerusuhan) dibiarkan terjadi adalah dakwaan berat atas kegagalan kepemimpinan polisi Swedia untuk menegakkan supremasi hukum,” katanya peneliti independen Hugo Kamman dalam sebuah tweetnya.
Saat menanggapi kekerasan tersebut, Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson mengatakan akan mengutuk keras kekerasan yang sekarang diarahkan pada polisi dan masyarakat umum di Orebro.
“Kemarin dan malam hari kami melihat pemandangan serupa di Linköping dan di Norrköping. Beberapa petugas polisi telah terluka saat bekerja dalam pelayanan mereka untuk membela hak-hak demokrasi,” ucap Andersson.
Ini bukan pertama kalinya Paludan menjadi dalang kerusuhan di Swedia.
Pada Agustus 2020, kerusuhan pecah di kota Malmo di Swedia setelah seorang anggota kelompok Stram Kurs membakar salinan Al-Quran. Pembakaran Al-Quran adalah bagian dari protes anti-Islam yang terjadi menyusul penangkapan Paludan kala itu.
Pihak berwenang telah menginformasikan bahwa Paludan dilarang masuk Swedia selama dua tahun karena kekhawatiran tentang terjadinya pelanggaran hukum di negara tersebut.
Karena itu, dia dihentikan di perbatasan dan ditolak masuk ke Malmo. Sebagai tanggapan, Paludan telah mengunggah ucapannya di Facebook yang dianggap berbunyi provokasi bagi para pengikutnya.
“Dikirim kembali dan dilarang dari Swedia selama dua tahun. Namun, pemerkosa dan pembunuh selalu diterima!”. (rdr/cnnindonesia.com)