JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pasal mengenai hukuman 4 tahun penjara bagi yang menghina pemerintah dan pejabat negara dipertahankan dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Pemerintah tidak menghapus pasal itu meski banyak penolakan.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Sharif Omar atau Eddy Hiariej mengatakan pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tetap dipertahankan.
“Mengapa pasal penghinaan itu kita tetap pertahankan? Itu sudah diuji di MK dan MK menolak. Kalau MK menolak kira-kira bertentangan dengan konstitusi atau tidak? Tidak kan,” kata Eddy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (22/6).
Eddy menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak pernah membatalkan pasal penghinaan terhadap pemerintah. MK, kata dia, hanya mengubahnya menjadi delik aduan.
“Kalau ditolak kan tidak bertentangan dengan konstitusi. Hanya saja MK memerintahkan pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu diubah menjadi delik biasa ke delik aduan. RKUHP itu mengikuti putusan MK,” kata Eddy.
Eddy mengatakan pasal penghinaan terhadap pemerintah tidak termasuk dalam 14 isu krusial di RKUHP yang harus diakomodasi pembahasannya.
Adapun 14 isu krusial yang dimaksud adalah isu terkait the living law atau hukum pidana adat (Pasal 2), pidana mati (Pasal 200), penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden (Pasal 218), pidana karena memiliki kekuatan gaib (Pasal 252), unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih (Pasal 278-279), tindak pidana contempt of court (Pasal 281), serta penodaan agama (Pasal 304).
Kemudian, isu penganiayaan hewan (Pasal 342),alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan (Pasal 414-416), penggelandangan (Pasal 431), aborsi (Pasal 469-471), perzinaan (Pasal 417), kohabitasi (Pasal 418), serta isu terkait perkosaan (Pasal 479).
“Bukan enggak jadi. (Penghinaan terhadap pemerintah) Memang enggak masuk ke 14 isu,” kata Eddy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (22/6/2022).