JAKARTA, RADARSUMBAR. COM – Presiden Joko Widodo menjadi sorotan lantaran tengah melakukan misi perdamaian dengan mengunjungi Ukraina dan Rusia di tengah perang antara kedua negara yang masih menggila.
Jokowi bersama rombongan tiba di Ukraina pada Rabu (29/6/2022) pagi dan langsung melakukan pertemuan dengan Presiden Volodymyr Zelensky hingga melakukan blusukan ke kota bekas zona perang.
Setidaknya ada empat poin utama hasil pertemuan Jokowi-Zelensky. Pertama, Jokowi mendorong resolusi perdamaian antara Kyiv dan Moskow meski ia menyadari akan sangat sulit.
Kedua, Jokowi menawarkan jadi pembawa pesan ke Presiden Vladimir Putin. Meski begitu, tak jelas bagaimana respons Zelensky dan apakah sang presiden Ukraina menitipkan pesan untuk disampaikan ketika Jokowi bertemu Putin di Moskow.
Ketiga, Zelensky mengutarakan bersedia menghadiri KTT G20 di Bali November mendatang dengan syarat. Terakhir, kedua presiden membicarakan terkait ancaman lonjakan harga dan krisis pangan global imbas dari invasi Rusia ke Ukraina.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga mengatakan kunjungan Jokowi ini dilakukan untuk membawa agenda perdamaian kepada kedua kubu. Namun, apakah alasan Jokowi kekeh berupaya menjadi juru damai Rusia-Ukraina?
Menurut Pengamat politik internasional, upaya perdamaian ini tak lepas dari hubungan RI dengan Uni Soviet di masa lampau. Indonesia memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Rusia yang dimulai ketika Uni Soviet mendukung kemerdekaan RI dari Belanda pada 1945.
Berdasarkan situs Kementerian Luar Negeri RI, Uni Soviet merupakan salah satu negara yang menyambut baik kemerdekaan Indonesia saat RI mencoba mendapatkan pengakuan dunia internasional pada 1945-1950. Uni Soviet juga mengecam segala bentuk kolonialisme.
Di masa lalu, Rusia juga menjadi sumber senjata dan perangkat keras militer yang signifikan bagi Indonesia. Hingga kini, cukup banyak alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia berasal dari Rusia.
“Presiden pertama Indonesia, Soekarno, memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet saat kemerdekaan, dan itu berarti Indonesia saat ini memiliki keterikatan moral dengan Rusia,” kata dosen hubungan internasional di Universitas Katolik Santo Thomas, Kosman Samosir, kepada South China Morning Post.
“Jokowi akan sangat ingin membantu Rusia dan Ukraina untuk menemukan resolusi damai atas konflik ini, sebagai hasil dari keterikatan moral itu,” tuturnya lagi.
Pernyataan ini juga disetujui oleh peneliti dari Pusat Studi Internasional dan Strategis (CSIS), Gilang Kembara.