Pada tanggal 14 Juni 1908, ketika pasukan Belanda bergerak ke Kamang, melalui tiga rute, yaitu Gadut, Tanjung Alam dan Biaro, dan berkumpul di Kampung Tangah, Kamang Mudiak.
Di sepanjang perjalanan itu, terjadi perlawanan dari rakyat yang begitu hebat, dimana pasukan Belanda yang datang dari Tanjung Alam, dihadang oleh pasukan yang dipimpin oleh M Yusuf, Dt Parpatiah Nan Sabatang, dan disini beliau gugur sebagai syuhada’.
Sedangkan pasukan Belanda yang datang dari Gadut, dihadang oleh pasukan H. Jabang. Sampai di Kampung Tangah, pasukan Belanda langsung mengepung rumah H. Abdul Manan.
Namun pada kesempatan itu, H. Abdul Manan dan M Saleh Dt. Rajo Pangulu, menyerang pasukan Belanda dari 2 arah, yaitu dari arah Timur oleh pasukan yang dipimpin oleh M. Saleh Dt. Rajo Pangulu, sedangkan dari arah Barat oleh pasukan yang dipimpin H. Abdul Manan.
“Dalam pertempuran ini, H. Abdul Manan, dan M Saleh, Dt. Rajo Pangulu, beserta istri beliau Siti Asyiah, gugur sebagai syuhada’,” jelasnya.
Abdi Murtani Dt. Maruhun Basa menjelaskan, perlawanan rakyat di Kamang pada tahun 1908, bukanlah peristiwa yang terjadi dengan tiba-tiba, tapi merupakan bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan Belanda.
“Diharapkan kepada pemuda dan generasi penerus, agar dapat mewariskan dan menanamkannya di dalam dirinya, untuk dapat meningkatkan semangat juang dan jiwa patriotnya, seperti para pejuang yang telah berkorban demi kemerdekaan,” harapnya. (*)