NASIONAL, RADARSUMBAR.COM – Mantan Ketua Dewan Pers 2016-2019 Yosep “Stanley” Adi Prasetyo menyorot permasalahan wartawan gadungan yang sampai sekarang masih mengusik kehidupan pers yang menjalankan jurnalisme secara profesional.
“Masih ada pekerjaan rumah yang belum selesai sampai sekarang, padahal di negara lain tidak ada lagi yang namanya wartawan abal-abal atau wartawan bodong. Misalnya, Singapura, Malaysia, Filipina dan Timor Leste tidak ada tempat bagi wartawan abal-abal,” katanya, Kamis.
Mantan Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) itu mengatakan aktivitas wartawan gadungan dan media abal-abal merupakan permasalahan nasional. Di Kepri juga terdapat wartawan gabungan dan media abal-abal, yang menyebabkan aktifvtas pers profesional terganggu.
Sepak terjang wartawan gadungan dan media abal-abal itu, kata dia, menyebabkan terjadi pemborosan anggaran daerah dan anggaran negara ketika anggaran tersebut dipergunakan untuk membiayai dan bekerja sama dengan media abal-abal.
Ia menyatakan bahwa di berbagai daerah ditemukan pemda bekerja sama dengan media abal-abal sehingga menimbulkan permasalahan hukum. Dalam kasus lainnya, ada oknum pejabat bermasalah di berbagai daerah suka bekerja sama dengan kelompok wartawan abal-abal agar tidak ditulis negatif.
Hubungan mereka merupakan simbiosis mutualistis, saling menguntungkan. “Di Bengkulu, contohnya, pemda diminta mengembalikan uang sekitar Rp3 miliar karena bekerja sama dengan media abal-abal,” katanya.
Stanley berpendapat bahwa Dewan Pers, komunitas pers, pihak kepolisian dan kejaksaan memiliki peran menangani permasalahan wartawan gadungan dan media massa abal-abal.