Keempat, dampak keamanan. Di Amerika Serikat terdapat fakta mencengangkan di mana kelompok homoseksual berperan dalam terjadinya 33 persen pelecehan seksual pada anak-anak. Padahal jumlah populasi mereka hanya 2 persen dari keseluruhan penduduk Amerika.
Hal ini dapat berarti 1 dari 20 kasus homoseksual adalah pelecehan terhadap anak-anak. Tentunya hal mengerikan seperti ini harus kita cegah bersama agar tidak terjadi di negara kita tercinta.
Kelima, dampak generasi. Seperti kita ketahui bersama, aktivitas LGBT tentunya akan mengancam keberlangsungan generasi penerus. Aktivitas seks sesama jenis tidak memungkinkan untuk melahirkan generasi baru.
Oleh karenanya, aktivitas LGBT dapat dikatakan mengingkari hakikat makhluk hidup yang salah satunya memiliki ciri bereproduksi.
Pertemuan komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) se-ASEAN di Jakarta pada pertengahan Juli ini akhirnya batal digelar.
Rencana ini mendapatkan kecaman luas dari publik termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pihak Istana pun ikut merespons.
“Penyelenggara Pekan Advokasi Queer ASEAN memutuskan untuk merelokasi tempat pertemuan di luar Indonesia, setelah mendapat serangkaian ancaman keamanan dari berbagai kalangan,” kata penyelenggara Queer Advocacy Week ASEAN Sogie Caucus dalam pernyataannya pada Rabu (12/7/2023).
Pihak penyelenggara telah memantau situasi dari dekat dan cermat, termasuk gelombang sentimen “anti-LGBT” di media sosial.
Keputusan pembatalan lokasi pun diambil untuk memastikan keselamatan dan keamanan baik peserta maupun penyelenggara.
Kendati begitu, ASEAN Sogie Caucus tidak mengungkapkan dimana negara lokasi penggantian rencana pertemuan tersebut. Namun, diketahui ASEAN SOEGIE berbadan hukum di Filipina.
Organisasi tersebut kemudian meminta pemangku kepentingan ASEAN dan anggotanya untuk menciptakan ruang dialog bagi kelompok-kelompok termarginalkan.
Mereka tak ingin didiskriminasi berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan karakteristik seks mereka (SOGIESC). (rdr/mui)