PADANG, RADARSUMBAR.COM – Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni menilai masih ada kesenjangan antara potensi, target, serta realisasi pajak dan retribusi daerah yang membuat Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di Sumatera Barat (Sumbar), belum tergarap dengan maksimal.
Berangkat dari hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan kajian objektif dan lebih mendalam terkait potensi pajak dan retribusi yang dimiliki daerah.
Hal ini disampaikan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Pembina Samsat bertajuk “Optimalisasi Pelayanan Samsat Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Sumatera Barat’ di The ZHM Premiere Hotel Padang, Sabtu (3/12/2022).
Ia menyebut, salah satu kelemahan di sektor pajak dan retribusi adalah jarang ditemui adanya kajian potensi yang objektif. Sehingga potensi daerah yang sesungguhnya tidak bisa diperkirakan.
“Hal ini terjadi tidak hanya di Sumbar, tapi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Nah, kalau ini yang terjadi, akibatnya apa? Jika pemda tidak tahu potensi pajak yang sesungguhnya, maka target yang ditetapkan kemungkinan lebih kecil. Kalau target kecil, realisasinya juga kecil. Akhirnya PAD yang diperoleh daerah juga tidak maksimal,” tuturnya.
Ia menyebut, hal ini juga sudah dijelaskan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Dalam UU tersebut ditekankan perlunya kajian lebih mendalam terkait potensi pajak dan retribusi daerah.
Selain melakukan kajian terkait potensi, pada kesempatan itu Agus juga memaparkan sejumlah solusi untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak dan retribusi, terutama sekali pajak kendaraan bermotor.
Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa pajak kendaraan bermotor masih menjadi penyumbang terbesar PAD, di mana rata-rata sekitar 60 persen dari realisasi PAD tahun lalu, di hampir seluruh daerah di Indonesia, berasal pajak kendaraan bermotor.
Beberapa solusi yang ditawarkan tersebut, pertama, menghapus pajak progresif dan Bea Balik Nama (BBN 2) kendaraan bermotor. Ia menyebut, saat ini masyarakat enggan melakukan balik nama lantaran tarif ang dibebankan dinilai mahal.
Jika masyarakat enggan melakukan balik nama, maka daerah pun akan kesulitan untuk mendapatkan potensi pajak yang riil.