“Sekarang orang lebih senang menggunakan kendaraan berplat nomor Jakarta, karena lebih mudah dijual dan harga jualnya lebih tinggi. Nah, bayangkan jika kendaraan itu beroperasi di Sumbar tapi tidak dibaliknamakan, maka Sumbar akan rugi. Karena kalau dia bayar pajak, masuknya ke kas daerah Jakarta bukan ke Sumbar. Harusnya pajak itu dibayarkan ke daerah di mana kendaraan itu beroperasi,” tuturnya.
Kedua, meninjau lagi kebijakan pemutihan denda pajak kendaraan bermotor. Menurut Agus, pemutihan mestinya tidak rutin dilakukan setiap tahun. Alih-alih mendorong masyarakat untuk segera membayar pajak, kebijakan ini justru membuat masyarakat lebih cenderung menunda untuk membayar pajak.
“Sudahlah, tidak usah bayar sekarang, toh tahun depan masih ada pemutihan. Tahun depan belum dibayar juga, masih ada tahun depannya lagi. Akhirnya tidak bayar-bayar. Begitu pola pikir yang berkembang di tengah masyarakat sekarang. Makanya, tidak usah sering-sering pemutihan. Misalnya, tahun ini ada pemutihan, tahun depan tidak usah. Tapi diumumkan kepada masyarakat, sosialisasinya dimasifkan. Diumumkan bahwa tahun depan tidak ada pemutihan, dan kendaraan yang tidak segera mengurus pajaknya pada tahun depan akan ditertibkan. Cara ini sudah dipraktikkan di sejumlah daerah dan berjalan efektif,” ujarnya.
Terakhir, membentuk Sekretariat Bersama Pembina Samsat di daerah. Hal ini agar semakin memudahkan koordinasi dan sinergitas antarpembina Samsat di daerah, dengan tujuan akhir meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak kendaraan bermotor.
Realisasi Terus Meningkat
Agus menyebut, berdasarkan data yang diterimanya, pada 2020, jumlah kendaraan bermotor di Sumbar adalah 1.582.310 unit, di mana yang membayar pajak baru sekitar 61 persen. Pada tahun 2021, jumlah kendaraan bermotor di Sumbar meningkat menjadi 1.701.106 unit, dengan jumlah kendaraan yang membayar pajak sebanyak 57 persen.
Sementara pada 2022, jumlah kendaraan bermotor di Sumbar adalah 1.795.781 unit, dan yang membayar pajak sebanyak 58 persen. “Jadi, dari sisi potential loss, atau kendaraan yang tidak membayar pajak, ada tren kenaikan. Di mana pada 2020 potential loss di Sumbar sekitar 39 persen, lalu meningkat pada 2021 menjadi 43 persen, dan pada 2022 turun sedikit menjadi 42 persen. Ini masih menjadi PR bagi pembina Samsat, bagaimana ke depan, potential loss ini dapat ditekan,” katanya.
Kendati demikian, dari segi realisasi, tercatat adanya peningkatan, di mana pada 2020 pajak kendaraan bermotor (PKB) di Sumbar mencapai Rp694,8 miliar atau 105 persen dari target. Sementara Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Rp278, 60 miliar atau 105 persen dari target.
“Pada tahun 2021 juga melampaui target, di mana PKB tercapai 107 persen dan BBNKB tercapai 117 persen. Nah, melihat tren ini, mudah-mudahan target tahun 2022 ini juga bisa terlampaui,” ujarnya. (rdr/ant)