Menurut Museum Sejarah Alam Nasional Smithsonian, Homo naledi berjalan tegak, tingginya sekitar 1,44 meter dan memiliki berat antara sekitar 40 sampai 56 kilogram. Tengkorak baru yang ditemukan dengan telapak tangan yang pas dengan milik manusia modern seharusnya bisa mengungkapkan lebih banyak tentang pertumbuhan dan perkembangan Homo naledi.
Sementara untuk pertama kalinya peneliti menemukan beberapa fragmen rahang dari anak-anak, tulang dari tengkorak atau tempurung kepala juga enam gigi dari dalalm gua.
Temuan tulang dan gigi
Tulang-tulang dan gigi-gigi itu ditemukan selama penjelajahan lorong-lorong sempit yang berliku-liku di sekitar Kamar Dinaledi. Para peneliti memetakan sekitar 316 meter dari lorong-lorong ini, mencari bukti cara lain masuk ke dalam ruangan itu dan mereka tidak melihat bukti rute lain.
“Eksplorasi lorong-lorong sempit di dalam Subsistem Dinaledi melibatkan banyak upaya, menavigasi area dengan lantai dan dinding yang tidak teratur, banyak penghalang dan celah dengan lebar kurang dari 30 cm,” sebut Marina Elliott, arkeolog dari Simon Fraser University di British Columbia, Kanada yang ditulis dalam makalah PaleoAnthropology.
Para peneliti menemukan lebih banyak fosil di labirin bawah tanah. Ini termasuk bukti kedua dari babon remaja di dalam gua; satu tulang lengan mungkin milik Homo naledi. Harta karun berupa 33 fragmen tulang yang kemungkinan juga milik individu Homo naledi dan Leti. Rincian tengkorak Leti juga masuk di jurnal PaleoAnthropolog yang terbit 4 November lalu.
Tengkorak yang diawetkan sebagian dipecah menjadi 28 fragmen. Ketika direkonstruksi, fragmen-fragmen tersebut mengungkapkan sebagian besar dahi anak dan beberapa bagian atas kepala. Gigi tersebut terdiri dari empat gigi permanen yang belum aus dan dua gigi susu yang sudah aus.
Ukuran tengkorak menunjukkan bahwa otak Leti memiliki volume antara 480 dan 610 cm kubik atau sekitar 90 persen sampai 95 persen dari volume otak orang dewasa dari spesiesnya. “[Ini] mulai memberi kita wawasan tentang semua tahap kehidupan spesies yang luar biasa ini,” terang antropolog Louisiana State University, Juliet Brophy yang memimpin penelitian tentang tengkorak Leti. (cnnindonesia.com)