“Tidak akan ada penyekatan namun pengetatan prokes. Kami batasi di hulunya, masyarakat pe rgi ada tujuannya. Yang kita identifikasi masyarakat melakukan liburan untuk tujuan wisata. Yang menjadi perhatian adalah potensi penumpukan di kawasan wisata khususnya yang tidak ada pengelolanya, misalnya wisata alam. Ini akan kita batasi. Sedangkan di hilir, saat masyarakat sudah melakukan perjalanan, maka prokes akan diketatkan dengan pengawasan melekat, termasuk ada pos untuk random checking guna memastikan masyarakat penuhi aspek keselamatan, termasuk kelaikan kendaraan,” tutur Adita.
Dia menambahkan, agar berjalan lancar perlu ada kolaborasi antar kementerian dan lembaga dan partisipasi masyarakat dibutuhkan, karena tujuannya adalah agar masyarakat melakukan mobilitas tanpa khawatir. “Masyarakat harus mau bekerja sama untuk kepentingan bersama,” ajak Adita.
Saat ini, ujarnya, Kemenhub belum memiliki data terkait kemungkinan adanya transmisi di moda transportasi. “Yang ada adalah penularan terjadi pada aktivitas di luar moda transportasi selama pandemi, karena umumnya mereka yang melakukan perjalanan umumnya sudah diskrining kesehatan, termasuk tes Antigen, apalagi sudah ada vaksinasi,” ujar Adita.
Hal ini dikatakannya harus ditangkap sebagai momentum yang harus dipertahankan, agar moda transportasi tetap tidak menjadi tempat transmisi virus. Sedangkan untuk menghindari transmisi lokal, Adita berpesan agar masyarakat patuh prokes 5M, karena hal tersebut adalah keharusan pada saat ini.
Peran Pemda Kontrol Mobilitas Lokal
Menanggapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait perjalanan selama Nataru 2021, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Agus Taufik Mulyono menyambut baik.
“Masyarakat Transportasi Indonesia setuju dan mendukung Surat Edaran No 109 tahun 2021 tentang Pengaturan Perjalanan Darat dalam Rangka Nataru. Tidak ada alasan masyarakat untuk tidak menerima peraturan itu karena tujuannya untuk menyelamatkan jiwa dan meningkatkan produktivitas hidup,” ujarnya.
Agus menekankan, penyadaran masyarakat dalam mematuhi aturan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau daerah namun jadi tanggung jawab bersama. “Intinya, rakyat harus paham kalau diatur untuk sehat. Kita harus waspada agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Agus.
kata Agus, telah menetapkan aturan perjalanan dari simpul utama ke simpul utama perjalanan. Berdampingan dengan hal tersebut, perlu pula diterapkan pengaturan terkait mobilitas lokal di tempat tujuan, guna menghindari terjadinya transmisi lokal.
“Mobilitas lokal sulit dikontrol, karenanya peran Pemda sangat besar dalam hal ini. Yang bisa mengecek, mengontrol, mengawasi, melarang dan memberikan sanksi adalah Pemda. Percepatan penularan umumnya terjadi di mobilitas lokal daerah yang menjadi tujuan harus dipertimbangkan. Karenanya, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya prokes perlu kolaborasi, khususnya di lingkungan daerah. Yang memahami gesture dan budaya daerah itu pemimpin daerah. Mereka perlu meningkatkan penyadaran publik agar tidak terjadi transmisi lokal,” saran Agus.
Untuk itu, Agus menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah. “Secara umum masyarakat sudah divaksin namun jika tidak taat prokes bisa menyusahkan orang lain. Karenanya, jangan ragu untuk saling mengingatkan orang lain yang tidak patuh prokes atau berkerumun agar transmisi lokal bisa dicegah,” pungkasnya. (rdr-007)