JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Pakar kesehatan Prof dr Zubairi Djoerban menyampaikan bahwa penderita komorbid, bayi dan anak-anak, lansia, hingga atlet yang berlatih di luar ruangan lebih rentan terkena dampak buruk cuaca panas ekstrem daripada masyarakat umum.
“Kalau udara panas 40 derajat celcius, hampir semua orang kesehatannya akan terpengaruh, akan menurun. Namun, yang banyak terdampak ada beberapa kelompok, misalnya usia lanjut, penderita komorbid, bayi dan anak kecil, orang-orang miskin yang kerjaan sehari-harinya di tempat terbuka, serta atlet,” kata Zubairi dilansir Antara, Sabtu.
Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) itu juga menyampaikan salah satu dampak buruk dari cuaca panas ekstrem adalah dehidrasi hingga yang paling serius adalah serangan heat stroke atau kondisi ketika tubuh mengalami peningkatan suhu secara drastis.
Bahkan, Zubairi menambahkan, cuaca panas ekstrem seperti gelombang panas dapat berakibat pada kematian, sebagaimana yang terjadi di beberapa negara.
“Ini saya sampaikan data angka kematian. Di Amerika itu, setiap tahun lebih dari 1.200 orang meninggal akibat gelombang panas. Pada tahun 2022, yang meninggal akibat gelombang panas itu 1.714,” kata dia.
Sementara itu, Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr Tjandra Yoga Aditama turut menambahkan dampak buruk cuaca panas ekstrem terhadap kesehatan tubuh manusia ke dalam dua kategori, yakni dampak ringan dan sedang serta dampak berat.
“Dampak ringan dan sedang, seperti berkeringat, sakit kepala dan pusing, keram otot, kehausan sampai dehidrasi. Dampak berat, yaitu gangguan kesadaran sampai heat stroke,” ujar dia.
Untuk mencegah terkena dampak heat stroke di tengah cuaca panas terik yang melanda Indonesia saat ini, ia mengungkapkan sejumlah gejala yang patut diwaspadai oleh masyarakat.
Di antaranya, keringat berlebihan, wajah yang tampak pucat, mual, muntah, kaki kram, sakit kepala dan pusing, merasa sangat lelah, tidak bisa berkonsentrasi, dan kulit terasa panas, kemerahan, serta kering.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk menerapkan semboyan stay cool, stay hydrated, and stay informed, karena masyarakat perlu tetap menjaga tubuh tetap dingin dengan membatasi aktivitas di luar ruangan, melakukan aktivitas fisik secara bertahap, mengenakan baju berwarna cerah dan berbahan ringan, serta menggunakan tabir surya dengan kandungan SPF minimal SPF30.
Masyarakat juga perlu tetap terhidrasi dengan banyak mengonsumsi air putih serta tetap mengikuti informasi terkini seputar cuaca panas dan langkah pencegahan terhadap dampak buruknya untuk kesehatan.
Sebelumnya, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan menyampaikan suhu udara yang menyengat di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang diprakirakan mencapai puncak pada Oktober 2023.
Fenomena El Nino adalah pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik bagian tengah. Sementara itu, Indian Ocean Dipole (IOD) merupakan perbedaan suhu permukaan laut di Laut Arab (Samudra Hindia bagian barat) dan Samudra Hindia bagian timur di selatan Indonesia.
Pada pertengahan Oktober 2023, suhu udara maksimum diprakirakan mencapai 43 derajat celsius di Kota Surabaya, 40 derajat celsius di Kota Semarang, dan 37 derajat celsius di Jakarta. (rdr)