LIFESTYLE, RADARSUMBAR.COM – Berkurban merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam (sunnah muakkad). Orang yang berkurban tidak hanya mendapatkan jaminan pahala dari Allah, lebih dari itu ia juga menyadari perihal pentingnya saling membantu antar sesama.
Dengan berkurban, berarti dirinya telah mengalahkan kepentingan pribadinya demi pengabdiannya kepada Allah SWT. Selain itu, ibadah kurban juga bisa menjadi sarana pembuktian keimanan seorang hamba kepada Allah.
Keimanan dalam hal ini mencakup keikhlasan, yang artinya ibadah kurban yang dilakukan oleh setiap Muslim harus murni dilakukan hanya karena Allah semata, dan dalam rangka menjalankan perintah-Nya.
Karena itu, kurban sangat dianjurkan dalam Islam dan menjadi salah satu ibadah yang sangat mulia dan agung. Bahkan tidak ada ibadah yang paling disenangi oleh Allah pada hari raya Idul Adha selain berkurban.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya, yaitu:
مَا عَمِلَ آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِى فَرْثِهِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya, “Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari raya kurban, yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan (berkurban). Sesungguhnya, hewan kurban itu pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Dan sungguh, sebelum darah kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Karenanya, lapangkanlah jiwa kalian untuk melakukannya.” (HR at-Tirmidzi).
Selain keutamaan ini, Syekh Abdurrahman as-Shafuri asy-Syafi’i (wafat 894 H) dalam salah satu karyanya, menjelaskan bahwa suatu saat Nabi Daud pernah bertanya kepada Allah perihal pahala atau balasan yang akan didapatkan oleh umat Nabi Muhammad yang berkurban.
Kemudian Allah menjawab:
ثَوَابُهُ أَنْ أَعْطِيَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ عَلىَ جَسَدِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَأَمْحُوْ عَنْهُ عَشْرَ سَيِّئَاتٍ وَأَرْفَعُ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ. أَمَّا عَلِمْتَ يَا دَاوُدَ أَنَّ الضَّحَايَا هِيَ الْمَطَايَا وَأَنَّ الضَّحَايَا تَمْحُوْ الْخَطَايَا
Artinya, “Pahalanya adalah bahwa pada setiap bulu dari hewan kurbannya, Aku beri dia sepuluh kebaikan, Aku hapus sepuluh dosa-dosanya, dan Aku angkat dia dengan sepuluh derajat. Ketahuilah wahai engkau Daud, bahwa sesungguhnya hewan kurban itu adalah kendaraan dan sungguh hewan kurban itu adalah penghapus kesalahan-kesalahan.” (Syekh as-Shafuri, Nuzhatul Majalis wa Muntakhabu an-Nafais, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 229).
Namun demikian, karena faktor finansial dan kebutuhan yang berbeda-beda, banyak dari umat Islam yang kadang tidak berkurban ketika sudah mencapai waktunya. Lantas, sebatas manakah kriteria seseorang dikatakan mampu untuk berkurban?
Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya mengancam orang-orang yang mampu untuk berkurban namun lalai dalam menunaikannya untuk tidak mendekati tempat shalat hari raya Idul Adha.