Kemudian pembangunan flyover Silaiang (Lembah Anai), diinformasikan juga tidak jadi dibangun karena akan adanya pembangunan tol. Tapi entah kapan tolnya dibangun di sana? Harusnya saat ini, minimal dibangun flyover yang melewati air terjun Lembah Anai saja. Supaya kalau airnya meluap, tidak menimbulkan korban dan mengganggu kelancaran lalu lintas.
Dalam pandangan saya, kegagalan flyover Sitinjau Lauik dan Silaiang ini menunjukkan lemahnya lobi Mahyeldi-Audy ke pemerintah pusat. Kalau soal waktu alasannya, saat ini teknologi konstruksi sudah sangat canggih, dengan teknik susun menyusun beton bertulang.
Tengok saja pembangunan rel kereta cepat Jakarta-Bandung, ribuan tonggak-tonggak besar berjejer yang dikerjakan dengan menyusun beton-beton bertulang. Begitu juga dengan pengerjaan konstruksi lainnya, seperti jalan tol. Termasuk pembangunan flyover tentunya. Semuanya dikerjakan dengan canggih.
Sebenarnya banyak lagi pembangunan infrastruktur Sumbar yang menjadi urusan Mahyeldi-Audy. Sebutlah jalan tol Padang-Pekanbaru, jalan tepi pantai Muara Padang-BIM, flyover Padang Lua (Agam), flyover Pasar Koto Baru (Tanahdatar), Stadion Utama Sumbar di Lubuk Alung (JIS di Jakarta, sudah siap), Gedung Kebudayaan Sumbar di Jalan Samudera Padang, dan lainnya yang sampai sekarang tidak jelas ujungnya.
Memang dalam soal membangun infrastruktur tidak bisa sim salabim, tetapi minimal harus tampak ada pergerakan untuk itu. Jangan sampai mangkrak.
Sudah setahun lebih Mahyeldi-Audy memimpin Sumbar. Dalam penilaian saya, mereka tidak punya leadership yang kuat dan kebanyakan drama. Kebanyakan seremonial. Sementara kalau dilihat hasilnya, karena sekarang zaman bukti tidak lebih dari sekadar pepesan kosong. (*)