PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berencana menaikkan pajak bahan bakar minyak (BBM) non subsidi dari awalnya 7,5 persen menjadi 10 persen pada 2024.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumbar, Maswar Dedi di Padang, Senin, mengatakan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang kenaikan pajak BBM non subsidi itu telah disetujui dalam Rapat Paripurna dengan DPRD Sumbar.
“Saat ini kita masih menunggu hasil evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri. Setelah hasil evaluasi itu diterima baru bisa diundangkan menjadi Perda. Namun kenaikan pajak itu baru efektif berjalan pada 2024,” katanya.
Ia menyebutkan salah satu alasan usulan kenaikan pajak BBM non subsidi itu untuk menjaga kuota BBM non subsidi agar tidak bocor ke daerah lain sehingga tetap bisa dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat.
“Selama ini harga BBM non subsidi di Sumbar lebih murah dari daerah lain karena pajak BBM non subsidi Sumbar baru 7,5 persen sementara di daerah lain sudah 10 persen. Akibatnya pada daerah perbatasan, kendaraan dari luar provinsi lebih memilih mengisi kendaraan di SPBU wilayah Sumbar,” ujarnya.
Selain itu BBM non subsidi (Pertamax, Pertamina Dex, Pertamax Turbo dan Dexlite) sebagian besar dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah dan kelas atas sehingga efeknya tidak akan terlalu dirasakan oleh masyarakat ekonomi lemah.
“Kenaikan pajak BBM non subsidi ini juga didasari oleh hasil kesepakatan seluruh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) se-Sumatera agar harganya sama untuk semua daerah,” katanya.
Maswar Dedi menambahkan usulan tentang kenaikan itu juga telah sesuai dengan amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah. Pada pasal 26 ayat (1) disebutkan Tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen (sepuluh persen).
Saat ini, Pemprov Sumbar masih memakai UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tarif PBBKB sebesar 7,5 persen. Tarif tersebut berada di bawah tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang diberlakukan di Provinsi Riau yaitu sebesar 10 persen.
“Jika kita samakan menjadi 10 persen, harga BBM non subsidi di Sumatera menjadi sama. Tidak ada lagi kesenjangan ketersediaan dan konsumsinya menjadi tepat sasaran,” ujarnya. (rdr/ant)