SARILAMAK, RADARSUMBAR.COM – Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Fauzi Bahar Datuak Nan Sati angkat bicara soal murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Akabiluru yang berkata kotor (bacaruik, red) ke salah satu guru beberapa waktu lalu.
Kepada Radarsumbar.com, Fauzi Bahar mengaku prihatin terhadap kondisi yang terjadi di Akabiluru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) di mana masih kuat dan kental dengan adat istiadatnya.
“Saya prihatin yah dengan kondisi seperti ini, kalau di zaman saya si anak ini (bacaruik) seperti itu, sudah pasti tidak akan naik kelas,” katanya via panggilan WhatsApp, Rabu (18/7/2023) malam.
Fauzi Bahar menyebut orang tua dari pelajar SD yang berkata kotor dan kasar ke guru itu harus bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan oleh anak mereka.
“Orang tua jelas harus bertanggungjawab atas ini, mereka harus bisa bertanggungjawab,” ucapnya.
Fauzi mengatakan, di masa kepemimpinannya, pelajar diwajibkan mencium tangan guru ketika datang dan pulang dari sekolah.
“Tujuannya agar mereka terbiasa dan bersikap sopan kepada gurunya, apalagi ini anak SD,” katanya.
Dia mengatakan, daya kritis dan kepatuhan pelajar dari berbagai tingkatan itu memiliki kadar berbeda-beda.
“Pelajar SD itu daya kritisnya hanya 10 persen dan kepatuhan 90 persen, SMP kepatuhan 25 persen dan kritis 75 persen, SMA itu imbang dan mahasiswa kritis 75 persen dan kepatuhan 25 persen,” katanya.
“Artinya, pendidikan di sekolah formal atau SD menjadi fondasi dasar seorang anak dalam berperilaku dan bertutur kata,” katanya.
Fauzi Bahar tidak sepakat dengan konsep kemandirian yang telah diterapkan untuk anak SD karena masih butuh bimbingan dan perhatian yang berlebih.
“Saya sangat tidak sependapat dengan konsep kemandirian yang diterapkan untuk anak SD, akibatnya kita bisa melihat yang terjadi seperti saat ini, saya sangat prihatin,” katanya.
Selain itu, faktor kemajuan teknologi, keluarga dan lingkungan sangat mempengaruhi pola pikir dan sikap seorang anak.
“Makanya dahulu, anak itu harus duduk bersama di meja makan dengan orang tua, itu bukan sekedar makan, tapi berdiskusi terkait apa saja yang telah dilakukan si anak sepanjang hari,” katanya.
“Kemudian, kita bisa lihat, anak-anak sekarang dengan gampang memegang gawai (gadget) tanpa pengawasan, di sana bisa kita pastikan lebih banyak konten kurang pas di usia mereka, lebih banyak bermainnya ketimbang belajarnya,” sambungnya.
Eks Wali Kota Padang periode 2003-2008 dan 2008-2013 itu mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemko) untuk menganggarkan pelajaran budi pekerti, seperti menghidupkan lagi Budaya Alam Minangkabau (BAM).
“Itu yang saya dorong, agar anak-anak ini bisa menjadi generasi yang terdidik, baik, beradab, berakhlak, tidak cukup hanya dengan ilmu semata,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Limapuluh Kota mengeklaim telah menyelesaikan persoalan guru dan murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) 07 Sariak Laweh, Suayan, Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar).
Kepala Disdik Kabupaten Limapuluh Kota, Afri Efendi mengatakan, guru SD yang diketahui mengajar untuk siswa kelas 4 SD itu diketahui sering terlambat masuk dan kurang disukai oleh para siswa.
“Itu kami ketahui dari hasil investigasi dan permintaan keterangan dari seluruh pihak terkait, dia kurang disukai murid,” kata Afri kepada Radarsumbar.com, Selasa (18/7/2023) sore.
Selain kurang disukai murid, guru tersebut juga diketahui sering terlambat datang ke sekolah untuk mengajar.
“Pelajar kurang nyaman dengan gaya mengajar guru tersebut,” katanya.