Jubir Fadly-Maigus itu tidak menampik bahwa tim hukum mereka sedang mengumpulkan bukti dan segera melaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) atau aparat penegak hukum.
Langkah tersebut diambil untuk menunjukkan langkah pro-aktif untuk menangani masalah ini secara hukum.
“Langkah ini untuk memastikan bahwa hak konstitusi warga negara tidak terlanggar dan Pilkada mestinya berlangsung dalam suasana yang adil,” katanya.
Menurut Kevin, pola mengarahkan pemilih dengan mengintimidasi seperti itu sangat mengganggu kebebasan masyarakat dalam memilih pemimpin idamannya bahkan telah membahayakan konstitusi juga.
“Pola tersebut kalau benar terjadi telah merusak tatanan demokrasi bermartabat dan badunsanak di Pilkada Padang 2024. Siapa saja yang coba-coba mengintimidasi kemerdekaan pemilih bisa dipidana, menggunakan fasilitas negara saja calon bisa dipenjara,” katanya.
Kevin mengajak semua warga Kota Padang untuk menjaga integritas proses demokrasi.
“Pilkada seharusnya menjadi ajang untuk menentukan pemimpin yang benar-benar bisa membawa kemajuan bagi daerah, bukan tempat di mana manipulasi dan intimidasi merajalela. Semoga kasus ini segera teratasi dan tidak menghambat pelaksanaan Pilkada Padang 2024 yang bersih, adil, dan demokratis,” katanya.
Sebagai bentuk keberimbangan dan kode etik jurnalistik (KEJ), Radarsumbar.com sudah mencoba meminta penjelasan dari Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Padang, Heriza Syafani.
Pria yang juga merupakan ipar dari Wali Kota Padang periode 2021-2024, Hendri Septa itu mengaku tidak tahu dengan kuesioner tersebut.
“Saya tidak tahu, siapa yang menyebarkan? Dinsos (Kota Padang) tidak pernah menginstruksikan,” tutur Aparatur Sipil Negara (ASN) jebolan Ikatan Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tersebut via pesan singkat. (rdr)