Heboh Videotron Rokok di Padang, Ternyata Pemesannya Orang Terkaya di Indonesia

Tiga videotron tersebut tersebar di kawasan Khatib Sulaiman, Simpang Kandang, dan Simpang Polresta Padang.

Iklan rokok beredar pada Kamis (2/2/2023) pagi di Kota Padang. (Foto: Dok. Istimewa)

Iklan rokok beredar pada Kamis (2/2/2023) pagi di Kota Padang. (Foto: Dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Teka-teki siapa pengiklan videotron rokok yang beredar di tiga ruas jalan utama (protokol) Kota Padang terjawab.

Belakangan ini, tiga iklan rokok tersebut beredar dan tayang bahkan di luar jam atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Padang.

Tiga videotron tersebut tersebar di kawasan Khatib Sulaiman, Simpang Kandang, dan Simpang Polresta Padang.

“Untuk yang iklan (videotron) di Khatib Sulaiman itu kan mix, campuran, bukan hanya rokok, pengiklan (rokok) Djarum,” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Padang, Yosefriawan, Rabu (15/2/2023) via seluler.

Untuk kawasan Simpang Kandang, kata Yosefriawan, diiklankan oleh pihak Gudang Garam. “Simpang Polresta entah U Mild entah Djarum, saya lupa,” katanya.

Terkait dengan rekomendasi dari Ruang Anak Dunia (Ruandu) beberapa waktu lalu terkait iklan rokok di Kota Padang, Yosefriawan menolak berkomentar terlalu jauh. “Saya masih di luar kota, nanti setelah kembali saya kabari lagi,” ucapnya.

Sebagaimana diketahui, Ruang Anak Dunia (Ruandu) memberikan peringatan tegas kepada Pemerintah Kota (Pemko) Padang soal mekanisme penayangan videotron iklan rokok di sejumlah ruas jalan utama.

Manajer Program Yayasan Ruandu, Wanda Leksmana mengatakan, pelarangan iklan rokok di Kota Padang diatur melalui Peraturan Wali Kota (Perwako) nomor 46 tahun 2017 tentang penyelenggaraan reklame.

“Jadi Kota Padang melarang iklan rokok itu bukan dengan Perda KTR. Ruandu pada tahun 2014 mengadvokasi tentang isu tentang pengendalian tembakau untuk menghindari anak dari paparan iklan rokok,” katanya kepada Radarsumbar.com, Kamis (9/2/2023).

Wanda memastikan bahwa pihaknya sangat fokus mendorong Kota Padang tanpa iklan rokok. “Makanya di tahun 2017, direvisi Perda KTR dahulunya, namun tidak disetujui oleh DPRD Padang periode saat itu, meski sudah masuk rapat paripurna Desember 2017,” katanya.

Mahyeldi, Wali Kota Padang saat itu, katanya berkomitmen pada tahun 2018 menjadikan Kota Padang tanpa iklan rokok.

“Apa regulasinya? Tentu strateginya adalah revisi Perda KTR (nomor 24 tahun 2012) yang kami sampaikan saat itu ke Mahyeldi,” katanya.

Perda KTR, katanya, hanya mengatur di tujuh kawasan, pendidikan, sekolah, tempat belajar anak, Bimbel, rumah ibadah, angkutan umum, perkantoran, taman bermain anak.

“Artinya, karena waktu itu regulasi Perda KTR deadlock, kami bersama Dinkes Padang dan Bapenda yang saat itu dipimpin Adib Alfikri membuat Perwako 46 nomor 2017,” katanya.

Di pasal 33 Perwako 46 tahun 2017, terutama pasal 33 ayat 3 huruf e mengatur tentang konten reklame tidak boleh dalam bentuk unsur pornografi, pornoaksi, produk tembakau, alkohol.

“Pelarangan iklan rokok bukan dengan Perda KTR, itu diatur di Perwako 46 tahun 2017. Seharusnya, Kepala Bapenda paham dengan hal itu, jangan melihat Perda KTR,” katanya.

Jika menerapkan Perwako nomor 46 tahun 2017, apapun bentuk reklame tidak boleh ada unsur tembakau.

“Saat kami melaporkan kepada Wali Kota Padang, responsnya mengakui ada pihak-pihak nakal yang mencoba-coba melanggar komitmen,” katanya.

“Pada akhir tahun (2022), kami juga audiensi juga dengan itu, yang paling nyata itu Videotron di Simpang Kandang, Khatib Sulaiman, dan simpang Polresta dan ada juga baliho di simpang Limau Manih,” katanya.

Ruandu berharap, jika memang Pemko Padang berkomitmen dalam hal tersebut untuk tidak tebang pilih atau diskriminasi.

“Ada di beberapa titik diizinkan, namun di titik lainnya bersih sama sekali. Kami laporkan terus, namun hanya bertahan hingga 3-5 hari, lalu muncul lagi,” katanya.

Ruandu melihat, bukan produsen rokok yang nakal dalam menayangkan videtron iklan rokok, melainkan perusahaan advertising.

Sementara, regulasi dan perizinan terkait reklame itu berada pada Bapenda, bukan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang lain.

“Di dalam Perwako 46 tahun 2017 dibenarkan untuk pembongkaran atau dalam bentuk pelarangan dengan tidak memperpanjang kontraknya, aturan ini sudah berjalan sejak tujuh tahun belakangan,” tuturnya. (rdr-008)

Exit mobile version