Begitu juga dengan pajak galian C yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah material yang mereka keruk untuk perawatan rutin jalan perkebunan. Padahal usaha galian secara tak langsung turut memicu bencana.
Seharusnya industri kelapa sawit maupun pemilik HGU perkebunan punya kepekaan sosial terhadap wilayah kerjanya, sehingga keberadaannya turut bermanfaat bagi masyarakat banyak dan daerah.
“Kalau pemerintah kabupaten agak saklek dengan regulasi dibilang tidak mendukung investasi,” ujar Bupati Rusma Yul Anwar di Painan, Jumat 15 Maret.
Sementara perusahaan perkebunan wajib melaksanakan tanggungjawab sosialnya, khususnya untuk pelestarian lingkungan di wilayahnya dan membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Tanggungjawab sosial lingkungan sejatinya diatur dalam banyak regulasi, meski masih ada perdebatan dalam pelaksanaan. Bahkan menjadi syarat bagi pengembangan usaha perkebunan dan mendapat sertifikat ISPO.
Terkait kepedulian pada korban banjir dapat dilakukan dengan membangun drainase atau jalan usaha tani yang terdampak. Sembako atau bantuan pemeriksaan kesehatan masyarakat.
“Jika masih minim kepedulian sosialnya kami tidak segan-segan menyurati pemerintah pusat atau lembaga sertifikasi ISPO agar mengevaluasi perusahaan tersebut,” tegas bupati.
Banjir yang terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan pada Kamis, 7 Maret tidak hanya menelan harta benda masyarakat, tapi juga memicu hilangnya nyawa manusia.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pesisir Selatan melaporkan lebih dari 5.000 unit rumah mengalami rusak, mulai dari ringan hingga berat.
Sebanyak 29 orang dinyatakan hilang. Dari jumlah itu 24 orang ditemukan meninggal dunia dan 5 orang lainnya masih dalam pencarian. (rdr/ant)