Bukan Pertama Kali
Persekusi dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki terhadap dua orang perempuan pengunjung kafe di Pesisir Selatan menambah rentetan panjang kasus kekerasan terhadap perempuan yang beririsan dengan moralitas keagamaan.
Korban diintimidasi, ditendang, diseret, dan diceburkan ke laut. Tidak hanya itu, mereka beramai-ramai menelanjangi korban dan memegang payudaranya. Aksi bejat itu divideokan pelaku dan disebar ke media sosial (medsos).
Wakil Ketua Organisasi Perdamaian dan Keberagaman atau Pelita Padang, Silmi Novita Nurman mengatakan perbuatan para pelaku terhadap korban adalah di luar batas kemanusiaan dan sama sekali tidak memanusiakan manusia.
“Apalagi jika sampai mengatasnamakan agama sebagai pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan. Ini adalah perilaku yang sangat tidak bisa dibenarkan,” kata Silmi.
Silmi menyayangkan kejadian tersebut. Bulan Ramadan hendaknya menjadi ajang memperbanyak amal baik dengan semangat memanusiakan manusia.
Menurutnya, pada kasus-kasus serupa, perempuanlah yang cenderung menjadi korban. Sementara pihak laki-laki terkesan aman.
Silmi menduga kuat bahwa salah satu penyebab kejadian itu adalah pemahaman agama yang sempit dan misoginis.
Degradasi atau penurunan pandangan misoginis di masyarakat membuat banyak orang sangat mudah memusuhi dan melecehkan perempuan.
“Perempuan sering dipandang sebagai sumber aib, fitnah dan layak direndahkan. Padahal, agama sejatinya tidak mengajarkan pemahaman seperti itu,” katanya.
Kasus serupa sebelumnya pernah terjadi di tahun 2020. Seorang perempuan di Pasaman yang dituduh mesum ditelanjangi dan diarak segerombolan laki-laki keliling kampung.
Kejadian itu divideokan dan disebar ke media sosial. Sampai hari ini, pelaku persekusi dan perekam video tidak ditindak tegas oleh aparat. Entah bagaimana nasib korban setelahnya.
Ia meminta polisi harus menindak tegas para pelaku sesuai peraturan perundang-undangan agar korban mendapatkan keadilan. Jangan hanya berakhir dengan kata maaf lalu kasus selesai.
“Selain itu, Pemerintah juga mesti memberi jaminan pemulihan korban beserta keluarganya, serta memastikan kejadian ini tidak lagi berulang. Jangan dibiarkan,” ujarnya.
Silmi pun menekankan bahwa tanpa adanya penegakan hukum yang berkeadilan, kejadian-kejadian serupa berpotensi terulang kembali di masa datang. (rdr-008)